
Ibu Agung Andi Depu, Bangsawan Pemberani Demi Merah Putih
Hajjah Andi Depu bukan hanya seorang bangsawan yang merupakan Raja Balanipa, Mandar ke-52. Melainkan juga seorang perempuan pejuang yang disegani tentara NICA, Belanda. Andi Depu memimpin langsung pasukannya melawan Belanda untuk mempertahankan Merah Putih.
Andi Depu yang dikenal juga dengan nama Ibu Agung, lahir tanggal 1 Agustus 1907. Hingga kini, ia merupakan satu-satunya di Sulawesi Barat yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, yang diserahkan Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 10 November 2018. Jauh sebelumnya, Ibu Agung Andi Depu mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra Tingkat IV dari Presiden Soekarno.
Dikutip dari buku “Puang dan Daeng; Sistem Nilai Budaya Orang Balanipa, Mandar” karya Darmawan Mas’ud Rahman, dikisahkan bahwa suatu ketika Andi Depu baru saja selesai melaksanakan salat dhuha, istananya didatangi tentara Belanda yang hendak menurunkan bendera merah putih di halaman istana. Andi Depu langsung beranjak dari tempatnya berlari memeluk tiang bendera sambil berseru “Allahu Akbar”.
“Lumbappai batangngu, mulai’ai pai bakkeu, anna lumbang bandera,” kata Andi Depu lantang, sambil mendekap tiang bendera di tengah kepungan tentara Belanda. Dalam bahasa Mandar, yang dikatakan Andi Depu kurang lebih artinya: “biarpun saya gugur dan mayatku kalian langkahi, baru kalian bisa menurunkan bendera ini.” Kata-kata heroik Arajang Balanipa itu menggetarkan nyali tentara Belanda dan menyurutkan niat menurunkan bendera Merah Putih di halaman istana.
Aksi heroik Andi Depu tersebut, makin menggelorakan semangat pengawal istana dan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan. Meski hanya bersenjatakan keris dan tombak, mereka berhasil menghalau tentara Belanda yang saat itu mengepung istana Arajang Balanipa yang menjadi markas pejuang di Tanah Mandar.
Srikandi Mandar yang saat lahir diberi nama Sugiranna Andi Sura adalah putri Raja Balanipa ke-50, La’ju Kanna Idoro, tapi tidak menjadikan dirinya manja. Sejak kecil sudah merakyat. Malah, gemar melakoni permainan yang biasa dilakukan anak laki-laki, seperti memanjat pohon, bermain perang-perangan dan menunggang kuda. Tidak heran, Andi Depu kemudian menjadi pemimpin rakyat.
Pada tahun 1943, Andi Depu memelopori berdirinya Fujinkai, organisasi perempuan di bawah pendudukan Jepang. Pasca proklamasi kemerdekaan RI, kedatangan tentara sekutu membuat kedaulatan kembali terancam. Andi Depu segera mengonsolidasi kekuatan bersama rakyat. Ia menjadi panglima organisasi laskar bernama Islam Muda pada April 1945 yang menolak kembalinya Belanda kembali di Tanah Mandar.
Dalam pertempuran dengan Belanda, Andi Depu selalu berhasil meloloskan diri. Ia tertangkap pada 1946, dipenjara dan sering disiksa oleh tentara Belanda. Ia kemudian dibebaskan pascapenyerahan kedaulatan RI dalam Komferensi Meja Bundar tahun 1949. Andi Depu meninggal di Makassar tanggal 18 Juni 1985 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panaikang, Makassar. (emdanial)







