Parlemen Desa

Oleh M Danial

BEBERAPA hari lalu. Ruang publik heboh soal desa. Menteri Keuangan Srimulyani menyebut istilah desa hantu. Ada juga yang menyebut desa siluman. Yang disinyalir mendapat kucuran dana desa. Yang jumlahnya milyaran rupiah. Terjadi polemik antarbeberapa petinggi negara. Yang mengurusi desa. Rakyat pun dilanda perasaan bingung. Mereka berdiskusi ala rakyat. Mengapa baru sekarang disoal ? Apakah selama ini luput dari pengawasan ?

Tentang desa diatur UU Nomor 6 Tahun 2014. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah tertentu. Desa merupakan struktur organisasi pemerintahan terkecil dalam otonomi daerah. Yang memiliki wewenang mengatur dan mengurus pemerintahan. Untuk kepentingan masyarakat setempat.

Pembentukan desa tidak mudah. Tidak bisa sertamerta bisa dilakukan karena keinginan tertentu. Harus melalui prosedur yang diatur perundang-undangan. Ada pembentukan desa dari hasil pemekaran desa menjadi dua desa atau lebih. Atau penggabungan bagian desa dengan bagian desa yang lain. Atau penggabungan beberapa desa menjadi satu desa yang baru. Pembentukan desa harus memerhatikan juga potensi dan kemampuan desa untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan warganya. Ketentuan lain, desa induk paling sedikit sudah dua tahun terbentuk.

Jumlah minimal penduduk desa yang akan dibentuk. Merupakan juga persyaratan. Dari 34 provinsi di Indonesia. Jumlah minimal penduduk desa yang akan dibentuk. Terbagi beberapa klasifikasi. Untuk wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo dan Kalimantan Selatan. Jumlah penduduk paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa. Atau 400 (empat ratus) kepala keluarga.

Desa merupakan unit pemerintahan terkecil dalam struktur pemerintahan di era otonomi daerah.

Desa dipimpin seorang kepala desa. Yang dipilih langsung melalui pemilihan secara demokratis. Kepala desa dalam melaksanakan tugas diawasi BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Lembaga yang dibentuk berdasarkan UU sebagai representase rakyat di desa.

Sejatinya BPD merupakan parlemen di desa. Yang berkedudukan sebagai mitra kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kepala desa sebagai eksekutif. BPD sebagai legislatif. Sebagaimana pemerintahan pada tingkat provinsi dan kabupaten / kota ada DPRD. Lembaga legislatif yang berkedudukan sebagai mitra pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sebagai parlemen di desa. Tugas dan fungsi BPD juga mirip tugas para parlemen. Dalam skop yang kecil. Yang bertugas menyuarakan aspirasi rakyat. Karena itulah BPD sangat penting dan strategis dalam sistem pemerintahan desa.

Tentang BPD diatur Permendagri Nomor 110 Tahun 2016. Beberapa sebagai parlemen desa. Selain berfungsi melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Juga  membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa untuk menjadi pedoman pelaksanaan pembangunan desa. Selain itu, melaksanakan fungsi mendengar, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat desa. Untuk itulah BPD dituntut memiliki kepekaan terhadap permasalahan rakyat desa. Sebagaimana halnya para legislator di parlemen yang harus konsisten memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakili. BPD hendaknya mampu mengelola aspirasi rakyat untuk dijadikan energi dalam merumuskan kebijakan pembangunan untuk kesejahteraan warga desa.

BPD dalam fungsi pengawasan terhadap kinerja kepala desa. Harus dipahami oleh kepala desa dan semua pihak karena kedudukannya sebagai representase rakyat. Semua pihak harus menyadari pentingnya menumbuhkan semangat demokrasi di desa. Dengan berkomitmen bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat. Pelaksanaan fungsi pengawasan oleh BPD. Merupakan amanah rakyat yang diwakili. Supaya pelaksanaan pembangunan di desa berpihak kepada rakyat. Dan penyelenggaraan pemerintahan tidak menempatkan rakyat sekedar pelengkap.

Gonjang-ganjing soal dana desa. Tidak terlepas dari lemahnya fungsi pengawasan. Termasuk oleh BPD yang merupakan warga desa sendiri. Yang sangat mungkin juga tidak atau belum memahami benar fungsi dan wewenangnya untuk melakukan pengawasan. Apalagi metode pengawasan yang efektif dan masif. Untuk mencegah penyimpangan dan penyalahgunaan dana desa. Tidak heran ada anggota BPD tidak mengetahui jumlah dana desanya.

BPD sebagai parlemen desa. Sudah perlu diberi penguatan kapasitas. Supaya bisa efektif sebagai lembaga kontrol di desa. BPD bukan sekedar pelengkap untuk melegitimasi keinginan kepala desa. Sebaliknya, memiliki hak bertanya kepada kepala desa. Bahkan, berhak mengusulkan mencopot kepala desa.   Kalau pelaksanaan tugasnya menyimpang dari aturan. Nyata-nyata merugikan rakyat.

BPD sebagai parlemen desa. Jika memiliki kapasitas yang memadai. Akan sangat efektif untuk menjadi mata, telinga dan hidung para anggota DPRD. Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan. Misalnya pengelolaan dana desa. Atau kegiatan lain di desa yang dibiayai dengan uang rakyat.

Mungkinkah DPRD secara khusus melakukan penguatan kapasitas BPD ? Tentu tergantung kemauan para yang terhormat di lembaga legislatif. Untuk memberdayakan “parlemen desa”.

Polewali, 17 November 2019

__Terbit pada
18/11/2019
__Kategori
Opini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *