
Baliho Banci..!!
Oleh, M Danial
BANYAK alat peraga pemilu 2024 berupa baliho, poster, stiker dan semacamnya menjadi sasaran pembongkaran oleh Pengawas Pemilu, usai penetapan DCT (daftar calon tetap) Pemilu 2024, pekan pertama November lalu.
Alat peraga berbagai ukuran yang terpasang di berbagai tempat tidak hanya berupa bendera parpol dan nomor urutnya, atau gambar caleg sekadar untuk pengenalan kepada masyarakat. Selain itu alat peraga bergambar caleg lengkap nomor urut dan visi misi atau jargon berikut gambar atau simbol ajakan memilih. Yang ditampilkan sudah merupakan alat peraga kampanye, bukan sebatas alat peraga sosialisasi.
Pembongkaran yang dilakukan pengawas Pemilu bersama Satpol PP dibahasakan penertiban. Alat peraga dibongkar karena dianggap kampanye sebelum waktu yang telah ditetapkan atau curi star. Masa kampanye telah ditetapkan waktunya mulai 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024.
Sejak awal peserta pemilu diingatkan tidak melakukan kampanye sebelum waktunya. Masa kampanye mulai 28 November 2023 atau 25 hari setelah penetapan DCT pada 3 November 2023 atau 15 hari setelah penetapan pasangan capres-cawapres pada 13 November 2023.
Awal November Ketua Bawaslu RI bersurat kepada parpol peserta pemilu 2024 mengenai pemasangan alat peraga sosialisai agar memperhatikan tempat yang dilarang dalam ketentuan perundang-undangan. Bawaslu mengingatkan agar materi kalimat atau gambar tidak memuat unsur ajakan memilih, seperti coblos nomor urut atau menampilkan simbol/gambar paku dan/atau materi/muatan lain yang emaknya ajakan memilih.
“Memperhatikan bahwa terhitung mulai tanggal 4 November sampai 27 November 2023 merupakan waktu DILARANG KAMPANYE, sehingga Peserta Pemilu diimbau tidak melakukan kegiatan yang mengandung unsur kampanye pemilu dan ajakan untuk memilih sebelum jadwal dan tahapan kampanye Pemilu,” demikian butir 4 surat Bawaslu RI yang diteken ketuanya Rahmat Bagja.
Pemasangan baliho, spanduk atau alat peraga lainnya boleh dilakukan dan tidak melanggar. Namun menjadi pelanggaran kalau mencantumkan ajakan, ada visi misi, program kerja dan citra diri, sehingga secara kumulatif terpenuhi unsur kampanye.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), citra diartikan sebagai gambaran mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk. Dalam konteks citra diri caleg, berarti gambaran mengenai pribadi caleg yang bersangkutan, meski belum tentu sesuai realitas.
Banyak alat peraga yang menjadi sasaran penertiban. Kini disimpan Bawaslu sebagai bukti pelanggaran kampanye sebelum waktunya. Tidak sedikit baliho bergambar calon DPD yang aman dari penertiban. Tidak disentuh petugas Bawaslu dengan alasan tidak memenuhi unsur kampanye. Hanya terdapat gambar wajah calon tanpa nomor urut, atau visi misi atau slogan.
Tidak sedikit baliho yang masih terpajang, tapi sudah berubah penampakan dari sebelumnya. Gambar tertutup sebagian. Kebanyakan tertutup nomor urut atau nama calegnya, namun gambar wajah calegnya tetap terlihat jelas.
Ada baliho yang ditutup sebagian dengan bahan sekadarnya agar tidak menjadi sasaran penertiban karena dianggap memenuhi unsur kampanye secara kumulatif. Tercantum ajakan, program kerja, visi misi dan citra diri caleg.
“Yang penting tertutup salah satu bagian agar tidak dianggap memenuhi unsur kampanye, dari pada dibuka panwas kita harus bikin baliho baru kalau masa kampanye,” kata seorang tim sukses caleg. Karena prinsip tersebut, beberapa baliho sekadar ditutup dengan bahan sekadarnya juga tanpa mempertimbangkan estetika.
Penertiban baliho atau alat peraga oleh Bawaslu usai penetapan DCT, tampaknya juga sekedar formalitas. Tidak berlebihan menyebut penertiban itu sangat normatif, mengabaikan substansi. Masyarakat tetap bisa melihat dan mengenal gambar pada baliho yang ditutupi nomor urut atau namanya. Itu berarti target caleg untuk dikenal dan pesan pada baliho tersampaikan.
Baliho dengan penampilan yang tidak utuh lagi alias sudah berubah terlihat di banyak tempat. Ada yang menyebut dengan istilah antara ada dan tiada. Ibarat mahluk yang jenis kelaminnya tidak jelas. Seorang teman menyebutnya baliho banci.
Tindakan menyiasati baliho agar tidak menjadi sasaran penertiban merupakan akal-akalan dan kecurangan. Sangat disesalkan karena cara-cara itu dilakukan oleh tokoh atau politisi yang seharusnya menjadi teladan dan memberi edukasi yang mencerahkan publik. (*)





