
Langit Mendung dan Siswa Bertaruh Nyawa di Tutar
WARGA Padang Mawalle, Kecamatan Tubbi Taramanu (Tutar), Polewali Mandar yang bermukim di sekitar persimpangan jalan ke Lullung dan Ro’boang, panik menjelang pagi. Mereka mendengar suara yang disertai getaran kecil, tidak jauh dari permukiman. Beberapa orang segera mendatangi sumber suara, terpaku heran melihat longsoran tebing dan jalanan beton menuju Lullung-Ro’boang ambles.
Peristiwa itu terjadi pada Jumat 14 Oktober subuh, yang menyebabkan akses utama ke Lullung dan Ro’boang dari Padang Mawalle terputus total. Sejak saat itu, 400-an kepala keluarga terisolasi. Ada jalanan bisa menjadi alternatif, tapi melalui jalur lain yang jaraknya cukup jauh. Karena harus berputar melalui area kebun dan hutan di beberapa desa sekitar Kelurahan Taramanu.
Kondisinya pun sangat memprihatinkan karena masih sebatas perintisan. Bahkan, sebagian berupa pendakian yang ekstrim.
Senin 24 Oktober, akses utama dari Padang Mawalle, ibukota Kecamatan Tutar menuju Lullung-Ro’boang masih terputus. Belum terlihat perubahan setelah bencana longsor dan jalan ambles sepuluh hari sebelumnya. Jalanan yang ambles tidak kurang 200 meter.
Pasca bencana tersebut, warga Lullung dan Ro’boang untuk ke Padang Mawalle terpaksa memanjat bekas longsoran tebing yang tanahnya labil, dan meniti jalan setapak di bibir jurang yang ekstrim.
Mereka termasuk puluhan SMA Negeri Tutar dan SMP Negeri Tutar, terpaksa bertaruh nyawa untuk ke sekolah setiap hari. Para siswa tetap bersemangat ke sekolah, seolah tidak mengingat risiko menjejak jalur setapak di bibir jurang.
“Sudah seminggu kita begini, karena tidak ada jalan lain bisa cepat sampai di sekolah,” ujar Ramon, salah satu SMA Negeri Tutar, Senin 24 Oktober siang.
Penulis menyapa Ramon saat bersiap pulang ke Lullung bersama beberapa temannya. Mereka harus terlihat sangat berhati-hati menjejak bekas longsoran tebing yang berlumpur dan gampang lepas saat diguyur hujan. Tidak sedikit batang pohon dan ranting kayu yang melintang, cukup menyulitkan mereka melintas.
Kepala SMA Negeri Tutar, Subriadi menyebut jumlah 30 siswanya berasal dari Lullung dan Ro’boang. Sebelum akses jalan diterjang longsor, para siswa ke sekolah mengendarai sepeda motor.
Subriadi kagum melihat siswanya bersemangat selalu hadir ke sekolah setiap hari, sebagaimana sebelum akses ke kampung mereka tertutup. Di balik rasa kagum itu, Subriadi mengaku sedih dan prihatin melihat mereka rela bertaruh nyawa demi ke sekolah.
“Saya kagum dan mengapresiasi semangat mereka berusaha tetap hadir di sekolah seperti biasa. Tapi sangat sedih dan prihatin mengingat jalur yang mereka lalui sangat ekstrim dan berisiko,” katanya.
Karena itulah, jelas Subriadi, ia telah menyarankan para siswa terdampak bencana untuk menginap di sekolah. Pihak sekolah sudah menyiapkan ruang kelas yang kosong sebagai tempat menginap sementara, sebagai alternatif selama akses jalan belum pulih.
“Saya sudah menawarkan kepada anak-anak dari Lullung dan Ro’boang untuk menginap sementara di sekolah, sebagai alternatif untuk keamanan mereka dari pada harus meniti jalan yang berisiko. Kebetulan ada ruang kelas yang kosong bisa ditempati. Kami sudah memikirkan juga teknis pengawasan kalau ada anak-anak menginap,” jelas mantan Kepala SMA Negeri Alu itu.
Subriadi yang pernah juga menjadi Kepala SMAN Campalagian menyatakan sangat maklum terhadap para siswa terdampak bencana soal kehadiran mereka tepat waktu di sekolah. Karena itulah, terhadap mereka diberlakukan kebijakan yang didasari pertimbangan terkini soal cuaca dan musim hujan dan risiko perjalanan. Katanya, kalau cuaca mulai mendung mereka diizinkan pulang lebih awal.
Menurut pria yang suka menulis puisi itu, sejak bertugas di Tutar sudah mempelajari fenomena cuaca di musim hujan. Kalau langit mulai mendung, lanjutnya, hampir pasti hujan segera turun.
“Saya sudah mencoba mempelajari fenomena cuaca selama bertugas di sini. Kalau sudah mulai mendung, tunggu hujan segera turun. Bukan mendung belum tentu hujan, seperti lirik sebuah lagu,” pungkas Subriadi.
Terlepas dari itu, lanjutnya, yang kini sangat diharapkan adalah perhatian agar akses jalan ke Lullung dan Ro’boang segera pulih, supaya masyarakat bisa kembali beraktifitas seperti sebelumnya. Termasuk para siswa aman pergi dan pulang sekolah setiap hari. (emdanial)







