Sejumlah warga bersiap menerbangkan layangan lake saat mengikuti festival di Katitting, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polman, beberapa waktu lalu.

Semangat Warga di Polman Rajut Kebersamaan Melalui Permainan Layangan Lake

POLEWALI MANDAR,- Masyarakat suku Mandar yang umumnya mendiami Provinsi Sulawesi Barat, memiliki layangan khas dikenal dengan nama Lake. Permainan yang banyak dijumpai pada musim angin timur menjadi sarana silaturahmi untuk merajut kebersamaan antar warga.

Layangan lake atau layang-layang lake berbentuk seperti burung dengan ekor menjuntai. Terbuat dari kayu dan bambu lalu dibungkus menggunakan kertas minyak yang beraneka warna.

Salah satu tempat favorit warga di daerah ini untuk menerbangkan layangan, terletak di Dusun Katitting, Desa Tandung, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar.

Sejak dua bulan terakhir, hamparan tanah kering di tempat ini selalu ramai dipadati para pecinta layangan yang berasal dari sejumlah daerah. Jumlah layangan yang kerap diterbangkan di tempat ini, bisa mencapai ratusan dengan berbagai ukuran.

Banyaknya jumlah layangan yang diterbangkan tidak jarang mengundang perhatian pengguna jalan. Mereka memilih berhenti sejenak untuk melihat keindahan layang-layang khas suku Mandar menghiasi angkasa.

“Saya tiap hari datang ke sini untuk bermain layangan lake,” ujar salah satu pemain layangan lake, Agussalim kepada wartawan, Sabtu (7/9/2024).

Menurut Agussalim, aktivitas bermain layangan lake kerap dilakukan hingga malam hari. Tergantung kondisi angin yang menjadi penentu jika layangan ingin diterbangkan.

“Tidak menentu kita main berapa lama, tergantung angin. Biasa juga kita main pada malam hari kalau memang kondisi angin bagus pada saat itu,” ungkap pria yang mengaku memiliki 7 layangan lake.

Diakui Agussalim, bermain layangan bukan sekedar menyalurkan hobi yang memberi kepuasan untuk melestarikan permainan tradisional khas suku Mandar. Lebih dari itu, bermain layangan lake baginya menjadi ajang silaturahmi untuk merajut kebersamaan antar sesama pecinta layang-layang lake.

“Ini untuk kebersamaan silaturahmi istilahnya, kalau kepuasannya tidak bisa diungkapkan, yang jelas ada kebanggaan tersendiri, apalagi jika layang-layang lake buatan kita menarik perhatian pecinta layang-layang lainnya,” terangnya.

Hal sama diungkapkan warga lain bernama Kumis. Pria berusia 65 tahun ini tidak mengaku pernah ketinggalan membuat layangan lake untuk diterbangkan saat musim angin timur setiap tahun.

“Pokoknya kalau angin timur sudah datang, saya bersama keluarga pasti kesini bermain layangan. Layang-layang lakenya saya buat sendiri,” ucapnya bersemangat.

Kumis menegaskan,  bermain layangan lake adalah kebanggaan baginya. Diakui, kebanggaan itu juga diturunkan kepada anak cucunya.

“Memang kalau dipikir ini permainan yang bisa dibilang tidak ada gunanya bahkan menghabiskan waktu. Tapi permainan ini adalah kebanggaan bagi kami, apalagi jika layangan lake yang kami buat bisa terbang sempurna, rasanya tidak bisa diungkapkan. Apalagi anak cucu juga semuanya ikut bermain layangan lake,” jelasnya.

Sementara salah satu penggiat seni dan budaya Mandar Adil Tambono mengungkapkan,  bermain layangan lake mengajarkan kesabaran serta tanggung jawab bagi yang memainkannya.

“Permainan ini dilakukan pada waktu panas terik matahari, jika layangan terlepas saat diterbangkan karena benangnya putus, maka layangan akan dikejar oleh pemiliknya, bahkan tidak jarang dibantu oleh warga lainnya,” terang Adil.

Adil mengemukakan, layangan lake terdiri dari empat bagian. Layangan ini diibaratkan seperti bidadari yang terbang di angkasa.

“Ada bagian kepala, sayap, pinggul dan ekor.  Layangan lake merupakan simbol imajinatif seperti seorang anak bidadari yang terbang di angkasa dengan rambut panjang terurai serta melantunkan kidung-kidung syahdu,” bebernya.

Adil menjelaskan, setidaknya ada dua bagian menonjol pada layang-layang lake yang dikenal dengan nama Pata dan Busor-busor.

“Busor-busor terbuat dari bambu yang telah dikeruk tipis dan bentuknya menyerupai busur, lalu ditempelkan pada bagian belakang layangan. Busor-busor ini akan mengeluarkan bunyi khas jika diterpa angin layaknya lagu rindu dalam simfoni kearifan lokal,” terangnya.

“Sedangkan pata merupakan corak atau model yang terdapat pada bagian ekor layang-layang lake. Berdasarkan perkembangan zaman, pata menjadi ajang seni kreatif para perupa atau pelukis untuk menggambar pata se elegan mungkin,” sambungnya.

Meski begitu, Adil mengaku tidak mengetahui sejak kapan dan siapa orang yang pertama kali mempopulerkan layangan lake khas suku Mandar ini.

“Tidak ada data otentik yang menunjukkan nama penemu dan asal daerah layangan lake. Tokoh yang mempopulerkan layangan tersebut tidak diketahui hingga kini,” pungkasnya. (thaya0

__Terbit pada
07/09/2024