Festival Panette yang berlangsung di Taman Budaya Buttu Ciping, Desa Batulaya, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Minggu (30/10/2022).

Lestarikan Budaya melalui Festival Panette di Polman

POLEWALI MANDAR,- Sedikitnya 80 emak-emak di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), mengikuti Festival Panette. Kegiatan ini merupakan upaya menumbuhkan semangat generasi masa kini untuk belajar manette (menenun) yang mulai ditinggalkan.

“Tujuan sebenarnya adalah, bagaimana panette itu yang akhir-akhir ini mulai sedikit tergerus kebiasaan lain karena faktor ekonomi, jadi bagaimana panette ini bisa tetap berdenyut, “kata Ketua Panitia Kegiatan, Adil Tambono kepada wartawan, Minggu (30/10/2022).

Festival panette ini berlangsung di Kawasan Taman Budaya Buttu Ciping, Desa Batulaya, Kecamatan Tinambung, Minggu (30/10). Panette adalah penenun sarung yang masih menggunakan alat tradisional.

Umumnya, profesi panette dilakoni perempuan Suku Mandar. Namun seiring berjalannya waktu, semakin sedikit perempuan yang memiliki kemampuan manatte atau menenun. Selain karena prosesnya yang lama, nilai ekonomi yang diperoleh juga tidak seberapa.

“Data hari ini sebenarnya, fakta hari ini panette yang selama ini menjadi bagian identitas perempuan Mandar, berangsur-angsur berkurang dan hilang, kita melihat dalam festival ini para pelakunya sudah kita bisa petakan, 10 tahun ke depan panette ini bisa hilang, karena pelaku yang kita lihat ini pelakunya sudah berumur,”ungkap Adil.

“Dan kalau ini diteruskan, saya yakin dan percaya sebuah kebudayaan Mandar yang dikenal sebagai panette yang sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda akan hilang menjadi punah,”sambung Adil menegaskan.

Adil berharap, pelaksanaan festival ini dapat menumbuhkan semangat perempuan generasi masa kini, untuk mempelajari ataupun menekuni profesi sebagai panette..

“Sebenarnya orientasi saya mengadakan festival panette ini, saya bawa ke panggung dengan melakukan pementasan, karena di mana, konsep panggung adalah salah satu cara menurut saya bisa membawa panette kembali diminati dan digeluti,”tandasnya.

Salah satu peserta festival bernama Katon (45 tahun) mengaku, tantangan dalam menekuni profesi sebagai panette karena pendapatan yang diperoleh tidak seberapa. Padahal proses yang untuk menghasilkan selembar kain sarung membutuhkan waktu berhari-hari.

“Untuk menenun selembar kain itu, paling cepat bisa  dilakukan selama seminggu, sementara pendapatan yang diperoleh dari hasil menenun sarung itu tidak seberapa, hanya kisaran 100 sampai 120 ribu rupiah per lembar sarung,”tutur wanita yang mengaku telah memiliki kemampuan manette setelah tamat SD.

Meski begitu, Katon menyebut, kecintaan terhadap budaya yang telah diwariskan leluhurnya secara turun temurun, menjadi pelecut semangat baginya, sehingga tetap bertahan menekuni profesi ini, meski dengan penghasilan yang tidak seberapa.

“Salah satu yang buat kami bertahan, karena kami tidak ingin budaya ini hilang begitu saja,”pungkasnya. (thaya)

 

__Terbit pada
31/10/2022
__Kategori
Inovatif, Sosial