IPPMN Desak Polisi Tangkap Pelaku Aniaya Mahasiswa Nosu di Mamasa

MAMASA,- Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Nosu (IPPMN) Makassar menyoroti polisi yang dianggap lamban menangani kasus penganiayaan mahasiswa di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.  IPPMN mengancam turun ke jalan melakukan aksi jika polisi tidak segera menangkap para pelaku penganiayaan untuk diproses hukum sesuai aturan yang berlaku.

Desakan itu disampaikan melalui rilis yang dikirim Koordinator Divisi Humas dan Advokasi IPPMN Makassar, Marselius Birra kepada wartawan, Selasa (13/05)

“Apabila dalam waktu dekat tidak ada langkah nyata dan penyelesaian tuntas dari pihak kepolisian terhadap kasus ini, maka dengan penuh kesadaran moral dan tanggung jawab kolektif, IPPMN Makassar tidak akan tinggal diam. Kami siap mengambil langkah-langkah konstitusional yang lebih besar, termasuk melakukan aksi turun ke jalan secara massif sebagai bentuk protes terhadap tumpulnya penegakan hukum dan pembiaran terhadap kekerasan yang mencederai rasa keadilan,” kata Marselius dalam keterangannya, Selasa (13/05/2025).

Dalam rilis tersebut, IPPMN juga mengecam terjadinya tindak penganiayaan itu. Mereka mengutuk segala bentuk tindakan main hakim sendiri, kekerasan fisik, dan intimidasi yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan di Kabupaten Mamasa.

Termasuk mengecam keras pihak-pihak yang mencoba melindungi pelaku dengan membiarkannya bebas tanpa proses hukum yang tegas.

“Menyatakan bahwa IPPMN Makassar akan terus mengawal dan memohon dukungan dari masyarakat, lembaga hukum, dan organisasi kemanusiaan untuk ikut mengawal kasus ini hingga tuntas,” terang Marselius dalam keterangannya.

Untuk diketahui, empat mahasiswa asal Kecamatan Nosu bernama Simon Baso’, Supratto, Suprianto, dan Yosua Bembe telah menjadi korban penganiayaan sekelompok orang tidak dikenal di Tatoa, Kecamatan Mamasa, Sabtu malam (03/05) sekira pukul 23.00 WITA. Para korban dianiaya saat berada di rumah kontrakannya.

Para pelaku berjumlah lebih kurang 50 orang, secara brutal melakukan penganiayaan hingga mengakibatkan para korban terluka.

Dari keempat korban, tiga diantaranya Simon Baso’, Supratto, dan Suprianto telah membuat laporan resmi ke pihak kepolisian dilengkapi hasil visum dan bukti pendukung lainnya.

Salah satu korban bernama Simon Baso menuntut polisi segera menangkap pelaku. Dia menyayangkan karena para pelaku masih berkeliaran bebas seolah tidak tersentuh hukum.

“Saya sudah membuat laporan resmi, melampirkan hasil visum dan menyerahkan bukti-bukti yang dibutuhkan. Saya menuntut keadilan dan berharap Polres Mamasa segera menangkap pelaku,” tegas Simon.

Tanggapan Kasat Reskrim Polres Mamasa

Kasat Reskrim Polres Mamasa Iptu Drones Ma’dika mengaku masih melakukan penyelidikan kasus penganiayaan ini. Dia menyebut sejumlah saksi telah diperiksa polisi.

“Masih proses, masih pemeriksaan saksi-saksi. Kalau sudah lengkap pemeriksaan saksi-saksi, kita akan segera gelar (perkara),” kata Drones melalui sambungan telepon, Selasa (13/05).

Drones juga mengaku jika pihaknya telah mengidentifikasi sedikitnya 5 orang terduga pelaku penganiayaan. Hanya saja langkah penahanan tidak dilakukan, karena terduga pelaku masih di bawah umur dan 4 diantaranya berstatus sebagai pelajar.

“(Sudah teridentifikasi pelaku) sudah ada, sementara itu ada lima orang kalau tidak salah, tapi sebagian besar mereka itu sekolah, anak SMA, di bawah umur, makanya pertimbangannya kami belum  (tahan) kan masih proses penyelidikan..ada prosesnya,” bebernya.

Selain itu, Drones juga menyebut kelima terduga pelaku kooperatif dan saat ini dalam status wajib lapor ke kantor polisi.

“Kita tidak lakukan penahanan karena pertimbangan mereka masih sekolah, kooperatif. Ada juga yang tidak sekolah tapi tiap hari datang (wajib lapor), yang skeolah itu saya suruh juga datang setiap pulang sekolah melapor,” terangnya.

Drones memastikan pihaknya tetap professional dalam menangani kasus penganiayaan ini.

“Intinya kasusnya tetap jalan, karena kasus begini kan bisa mereka restorative justice (RJ) sepanjang mereka mau berdamai..karena pertimbangannya banyak, mereka masih sekolah, informasinya mereka masih ada hubungan kekerabatan kekeluargaan yang dekat..sepanjang belum ada itu (perdamaian) kasusnya tetap berjalan karena kita punya waktu,” pungkasnya. (thaya)

__Terbit pada
13/05/2025