M Danial
NAMA Tutar (Tubbi Taramanu) viral di media sosial beberapa hari terakhir. Lantaran obyek wisata air terjun Kona di Desa Pullewani. Salah satu desa di Kecamatan Tutar, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Lokasinya mudah diakses melalui jalanan beton dan aspal mulus. Lalu berjalan kaki tidak terlalu jauh ke lokasi air terjun yang jatuh dari ketinggian sekira 20 meter.
Hujan deras mengguyur wilayah pegunungan Polewali Mandar, termasuk Kecamatan Tutar, Ahad 3 Juli. Berlangsung sejak sore sampai malam. Menyebabkan akses jalan utama teruputus menuju ibukota kecamatan Tutar di Padang Mawalle, Kelurahan Taramanu. Jalur jalan ke ibukota kecamatan merupakan ruas jalan kabupaten. Beda dengan poros ke desa lokasi air terjun Kona yang merupakan ruas jalan provinsi. Menuju Desa Besoangin yang berbatasan dengan Kebupaten Majene.
Akses jalan utama tertutup puluhan meter lantaran timbunan longsoran tebing di sisi jalan. Terjadi Ahad malam sekira pukul 19:30 Wita. Setelah hujan deras mengguyur beberapa jam sejak sore.
“Terjadi semalam sekitar (waktu) isya, setelah hujan deras terus-menerus sejak sore,” jelas Hasbi, warga setempat, Senin pagi. “Beginilah di pegunungan, kalau hujan deras lagi kami dihantui longsor,” imbuhnya, menggambarkan kondisi di wilayah tersebut. Longsor seolah sudah menjadi “langganan” yang menyebabkan akses jalan terputus. Yang sangat berdampak pada kehidupan masyarakat. Selain di jalur utama tersebut, longsor juga menutup jalan ke desa Poda-poda, salah satu desa di Kecamatan Tutar.
Lantaran sering terjadi longsor, masyarakat di wilayah pegunungan sudah terbiasa pula menunggu lama akses jalan terbuka kembali. Menunggu perhatian pemerintah mengerahkan peralatan berat untuk menggusur longsor. Dan mengatasi rintangan lain, seperti batang pepohonan yang rebah menyertai longsoran tebing.
Dibutuhkan peralatan yang digerakkan mesin untuk membuka jalan yang tertutup longsor. Bukan berarti tidak bisa diatasi tanpa peralatan yang digerakkan mesin. Bisa dengan cara manual melalui gotong royong. Sebagaimana kebiasaan masyarakat zaman dulu. Yang mengandalkan gotong royong sebagai kekuatan menghadapi bencana. Semangat gotong royong berawal dari kebersamaan, persatuan dan solidaritas.
Diketahui, kata gotong royong berarti bekerja bersama. Saling tolong menolong. Saling bantu mengerjakan untuk kepentingan bersama. Gotong royong dilakukan karena solidaritas terhadap masalah yang menimpa sesama warga masyarakat.
Gotong royong merupakan kearifan lokal warisan leluhur. Kerjasama tolong menolong menyelesaikan masalah bersama yang dilandasi solidaritas sosial. Sayangnya, gotong royong makin pudar tergerus modernisasi. Tidak terkecuali dalam persoalan mengatasi bencana. Yang merupakan masalah bersama.
Hilangnya rasa kebersamaan dan solidaritas sosial tidak terlepas dari berbagai kebijakan pemerintah yang berdampak pada masyarakat. Seperti penyaluran bansos (bantuan sosial) yang tidak tepat sasaran. Yang berhak menerima, tidak mendapat bagian. Sebaliknya yang sebenarnya tidak berhak, justru menerima pembagian. Fakta itu terjadi di masyarakat. Hilangnya kepercayaan terhadap pemerintah, menggerus semangat gotong royong.
Dalam mengatasi persoalan longsor, misalnya. Warga masyarakat berpendapat itu urusan pemerintah. Biayanya tersedia. Bagi sebagian masyarakat, melakukan gotong royong berarti membuka peluang terjadinya penyalah gunaan. Alias menjadi salah sasaran. Warga lain dengan ringan mengatakan, seharusnya yang diajak bergotong royong adalah yang selalu mendapat perhatian bantuan. Sedangkan yang menerima bantuan, enggan bergotong royong dengan alasan bencana tidak hanya menimpa penerima bantuan.
“Kalau mau gotong royong, panggil yang selalu terima bantuan. Jangan hanya panggil kami karena dibutuhkan (gotong royong). Bencana memang persoalan bersama, tapi mengajak gotong royong harus dahulukan yang selalu dibikin senang,” begitu komentar beberapa warga. Menurut mereka, gotong royong perlu dibangkitkan kembali. Tapi perhatian pemerintah harus jujur dan adil. Harus mendahulukan yang lebih berhak. Fenomena itu yang kini terjadi. (*)