Pelaksanaan seminar kebangsaan di Kampus Unasman, Rabu (04/12/2024).

Densus 88 Antiteror – UNASMAN Gelar Seminar Kebangsaan di Polman, Bahas Pencegahan Radikalisme

POLEWALI MANDAR,- Detasemen khusus (Densus) 88 Antiteror Polri bersama Universitas Al Asyariah Mandar (UNASMAN) menggelar seminar kebangsaan di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat. Seminar membahas dampak dan upaya mencegah intoleransi, terorisme dan radikalisme.

Seminar berlangsung di Auditorium Prof.Dr.KH Sahabuddin di Kampus Unasman, Kelurahan Madatte, Kecamatan Polewali, Rabu (04/12).

Seminar dengan tema ‘Toleransi Tanpa Batas Merajut Harmoni dalam Keberagaman’ diawali dengan lantunan sholawat badar oleh panitia dan peserta yang berjumlah sekira 500 orang.

Ketua Panitia Irmayani Naim dalam laporannya mengungkapkan, intoleransi, radikalisme, dan terorisme adalah isu-isu yang kerap mengancam kehidupan masyarakat modern dan stabilitas sosial-politik.

Pemahaman yang mendalam mengenai ketiga hal tersebut diakui sangat penting dalam rangka menanggulangi dampaknya, terkhusus di kalangan generasi muda yang rentan terhadap pengaruh negatif akibat perkembangan teknologi dan media.

“Situasi ini membutuhkan perhatian khusus terutama bagi generasi muda dan masyarakat luas agar memahami bahaya yang dapat timbul dari ideologi-ideologi yang merusak ini. Dengan memberikan pemahaman yang benar, masyarakat diharapkan dapat menangkal paham-paham tersebut dan ikut berperan dalam menciptakan lingkungan yang damai,” kata Irmayani.

Dia mengungkap tujuan pelaksanaan seminar. Selain untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya generasi muda tentang bahaya intoleransi, radikalisme, dan terorisme, juga membangun kesadaran akan pentingnya sikap toleransi dalam kehidupan beragama dan berbangsa.

“Serta mengajak masyarakat untuk bersama-sama melawan dan mencegah masuknya paham-paham radikal di lingkungannya,” ungkap Naim.

Sementara Kasatgas Densus 88 Antiteror wilayah Sulbar Kombespol Dani Sudrajat, mengklaim Indonesia telah berhasil menekan angka aksi terorisme secara signifikan. Bahkan berdasarkan data mengalami penurunan lebih 89% dalam beberapa tahun terakhir.

“Pada 2023, tercatat tidak ada serangan teror terbuka (zero attack terrorism) di Indonesia. Meskipun demikian, ancaman radikalisme tetap ada, terutama melalui pola pergerakan yang memanfaatkan teknologi digital untuk menyebarkan paham radikal secara terselubung. Oleh karena itu, masyarakat diminta tetap waspada terhadap infiltrasi paham radikal, terutama menjelang momen-momen penting seperti Pemilu,” terangnya..

Dani juga menyebut Indeks toleransi di Indonesia menunjukkan tren yang semakin positif. Peningkatan ini ditandai dengan berkurangnya angka konflik berbasis SARA dan upaya edukasi yang masif dari berbagai pihak, termasuk BNPT.

“Suasana masyarakat yang lebih harmonis tercipta berkat kerja sama berbagai elemen dalam menguatkan nilai kebangsaan dan kerukunan,” ucapnya.

Dani menyebut pelaksanaan seminar kebangsaan ini merupakan nyata dan komitmen bersama untuk memperkuat toleransi di tengah keragaman bangsa.

“Bersama Unasman, kami berharap seminar ini menjadi ruang refleksi dan dialog konstruktif untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan. Mari kita jadikan toleransi sebagai landasan untuk membangun harmoni, demi Indonesia yang damai dan sejahtera,” tandasnya.

Seminar kebangsaan ini dibuka secara langsung Rektor Unasman Chuduriah Sahabuddin. Dia mengapresiasi Densus 88 Antiteror Polri atas sinergi dan dedikasinya dalam menjaga keamanan serta mendorong edukasi nilai-nilai kebangsaan.

“Kami juga mengapresiasi Kementerian Agama Sulawesi Barat serta kehadiran para peserta yang menjadi bukti nyata bahwa semangat toleransi masih hidup dalam masyarakat kita,” tutur Chuduriah.

Churiah mengakui jika mahasiswa dan mahasiswi sebagai generasi muda berada dalam posisi strategis dalam isu intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Bahkan menurutnya, mahasiswa cenderung menjadi sasaran propaganda kelompok radikal karena beberapa faktor, seperti pencarian identitas, idealisme tinggi, dan ketidakpuasan terhadap kondisi sosial-politik.

Itu sebabnya, lanjut kata Chuduriah, banyak Universitas mulai mempromosikan nilai-nilai toleransi dan kebhinekaan melalui program seperti seminar, diskusi lintas agama, dan kegiatan kebangsaan.

“Dengan berbagai edukasi dan intervensi dari pemerintah, mahasiswa semakin memahami bahaya radikalisme dan terorisme. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Polri juga aktif menjalin kerja sama dengan kampus-kampus untuk mencegah penyebaran ideologi radikal,” pungkasnya.

Untuk diketahui, seminar kebangsaan ini menghadirkan 4 narasumber yang ahli pada bindangnya. Yaitu, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi, Founder Of Forum Komunikasi Aktivis Akhlakukarimah Indonesia Mohamad Nasir Bin Abbas, Kasubdit Kontra Densus 88 Antiteror Polri AKBP Moh Dofir S.Ag dan Sekretaris Badan Penaggulangan Ekstremisme dan Terorisme MUI Pusat Dr.M.Najih Arromadloni. (thaya)

__Terbit pada
04/12/2024