Kisah Palin, lansia miskin hidup memprihatinkan di Kabupaten Mamasa.

Kisah Lansia Miskin  Hidup Memprihatinkan di Puncak Gunung Mamasa

MAMASA,- Pria bernama Palin (78 tahun) harus menjalani hidup dengan kondisi memprihatinkan di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Selain karena dibelit kemiskinan, lansia malang ini harus tinggal dalam gubuk reot nyaris ambruk, yang lokasinya berada di puncak gunung serta jauh dari pemukiman warga.

Palin merupakan warga Dusun Lambanan, Desa Tadisi, Kecamatan Sumarorong. Untuk menjangkau tempat tinggalnya yang berada di puncak gunung pada ketinggian 1000 Mdpl (meter di atas permukaan laut), hanya dapat dilakukan dengan berjalan kaki sejauh dua kilometer, melalui medan berat termasuk sebuah jembatan gantung darurat yang kondisinya sangat ekstrim.

“Saya sudah lama tinggal di sini, sudah ada sekitar dua puluh tahunan,” kata Paling saat menerima wartawan di rumahnya, Rabu kemarin (22/3/2023).

Menurut Paling, sejak empat tahun terakhir dia tinggal sendiri. Sebabnya, sang istri yang selama ini setia menemani memilih pulang ke kampung halamannya di Kecamatan Mamasa.

“Adami hampir empat tahun saya sendiri di sini. Istriku pulang ke kampungnya dan sudah meninggal,” ungkapnya.

Sehari-hari Palin memanfaatkan gubuk reot berukuran 3×2 meter sebagai tempat tinggal. Gubuk yang kondisinya sudah nyari ambruk itu dibangun menggunakan bahan seadanya.

Gubuk reot tempat tinggal Palin.

Tidak ada berharga yang terlihat dalam gubuk reot itu. Hanya ada beberapa lembar kain yang menutupi dinding yang bocor, agar Palin tidak merasa kedinginan, apalagi saat hujan di malam hari.

Untuk bertahan hidup, Palin bekerja sebagai pembuat kurungan ayam. Kurungan tersebut terbuat dari bambu yang bahannya diperoleh dari kebun tetangga. Setidaknya dalam seminggu Palin mampu membuat dua kurungan ayam, yang dijual seharga 50 ribu rupiah untuk satu kurungan ayam.

“Sekarang kerja buat kurungan ayam, yang dari bambu. Biasanya seminggu buat dua kurungan, dijual 50 ribu rupiah,” ungkap Palin sambil tersenyum.

Menurut Palin, setiap kurungan ayam buatannya dijual di Pasar Sumarorong, Kecamatan Sumarorong. Jaraknya sekira lima kilometer dari tempat tinggalnya dan dijangkau dengan berjalan kaki. Tidak jarang dirinya harus pulang ke rumah tanpa membawa uang, lantaran tidak ada orang yang membeli kurungan ayam buatannya.

“Padahal uangnya sangat saya harapkan untuk membeli beras dan kebutuhan lainnya,” tutur Palin dengan suara lirih.

Kurungan ayam buatan Palin.

Meski harus menjalani hidup dalam kesulitan, Palin mengaku tidak pernah bersedih apalagi berkecil hati. Dia mengaku tetap bersyukur karena masih dapat bekerja. Apalagi tidak sedikit warga yang peduli dan kerap membantunya.

Sementara Kepala Dusun Lambanan Barens menyebut jika Palin sebenarnya memiliki tiga anak. Hanya saja Palin diketahui enggan tinggal dengan anak-anaknya.

“Anaknya sudah pernah mengajak untuk tinggal sama-sama, tapi itu orang tua (Palin) tidak mau, katanya tidak mau merepotkan,” ucap Barens yang dikonfirmasi terpisah.

Barens juga menyebut jika sebenarnya Palin pernah memiliki rumah dengan kondisi yang lebih layak. Hanya saja rumah itu diserahkan kepada kerabat istrinya, saat mengetahui istrinya meninggal.

“Karena dia merasa tidak punya uang untuk membantu. Akhirnya dia panggil keluarga istrinya lalu berikan itu rumahnya,” terang Barens.

Lebih lanjut Barens juga mengungkapkan, jika Palin pernah mendapat bantuan sosial dari pemerintah. Hanya saja saat itu yang tercatat sebagai penerima bantuan adalah istrinya. Sepeninggal sang istri, bantuan tersebut dihentikan.

“Yang tercatat istrinya, karena sudah meninggal akhirnya dihapus datanya. Ini sementara kita upayakan agar tahun ini bisa kembali mendapat bantuan,” pungkasnya. (thaya)

__Terbit pada
24/03/2023
__Kategori
Sosial