
Tolong ! Lansia Miskin di Mamasa Sendiri Rawat Pemuda Lumpuh – Derita Hydrocepalus
MAMASA,- Pria lanjut usia (lansia) bernama Piter Sapu (57) harus menjalani hidup dalam kondisi memprihatinkan di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Sebabnya, seorang diri dia merawat anaknya bernama Seprianto (24) yang derita kelumpuhan dan hydrocepalus.
Langit cerah menggelayut di Mamasa, Senin (15/07). Kupacu motor butut milikku menuju Dusun Lekkong di Desa Mesakada.
Sebagian jalan yang ku lalui sudah mulus dilapisi beton dengan kondisi menukik. Sebagian lagi masih rusak dengan permukaan berbatu.
Sebelum sampai tujuan, terlihat sejumlah longsoran kecil dan juga kubangan lumpur di permukaan jalan. Membuatku berulang kali nyaris terjatuh karena sepeda motor yang saya tunggangi tidak bisa menghindari kubangan tersebut.
Setelah berkendara kurang lebih 5 menit menempuh jarak sekira 2 kilometer dari Jalan Poros Polewali – Mamasa, tibalah saya di rumah Piter Sapu yang biasa disapa Papa Meri.
Seolah telah mengenal lama, Piter menyambut ku dengan ramah. Dia lalu mengajak ku masuk ke dalam rumahnya yang berukuran sekira 3 x 4 meter.
Tanpa menunggu lama, Piter kemudian mengajakku melihat kondisi Seprianto, anaknya yang sejak 24 tahun terakhir hanya dapat terbaring dengan kondisi memprihatinkan.
“Sejak lahir sudah sakit, sekarang sudah 24 tahun hanya terbaring,” kata Piter lirih.
Sepeninggal sang istri setahun lalu, Piter tinggal berdua dengan Seprianto.
Seprianto merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara. Dua kakaknya telah berkeluarga dan tinggal di tempat lain. Sementara adiknya memilih ikut tinggal bersama salah satu kakaknya.
Menurut Piter, kondisi yang dialami Seprianto telah diderita sejak lahir pada tahun 2000 silam. Selain hanya dapat terbaring, kepala Seprianto juga terus membesar hingga sulit digerakkan.
“Sejak lahir seperti ini kondisinya,” tutur Piter dengan wajah lesu.
Piter mengungkapkan jika Seprianto tidak dapat melakukan aktifitas apapun tanpa batuan orang lain. Termasuk untuk makan, mandi hingga buang kotoran.
Kondisi tersebut membuat Piter kesulitan pergi bekerja, lantaran khawatir jika harus meninggalkan anaknya.
“Makanya saya sulit kemana-mana, meski mau ke kebun tidak bisa berlama-lama,” tutur Piter sembari menyalakan api di dapur rumahnya.
Kondisi rumah milik Piter tampak cukup memprihatinkan, meski sudah beratapkan seng dan menggunakan papan sebagai dinding.
Nyaris tidak terlihat satu pun barang berharga di dalam rumah tersebut. Baik Piter maupun Seprianto hanya mengandalkan karpet dan plastik usang sebagai alas untuk tidur.
Diakui Piter, kondisi Suprianto belum pernah mendapat pengobatan baik dari medis maupun orang pintar. Persoalan biaya menjadi kendalanya.
“Belum pernah dibawa berobat. Karena memang tidak ada uang untuk itu (berobat),” ungkap Piter yang juga kerap bekerja sebagai buruh panggilan.
Bahkan kata dia, kondisi yang dialami Seprianto juga belum pernah mendapat perhatian dari pemerintah setempat maupun dinas terkait.
“Sampai saat ini belum ada perhatian dari pemerintah maupun dinas sosial,” ucapnya dengan suara parau.
Piter mengungkapkan, bantuan yang pernah diterima hanya berasal Bidan Pustu setempat, termasuk komunitas motor di Mamasa, yang merasa prihatin setelah mengetahui kondisinya bersama Seprianto.
“Sejak saat itu hanya Bidan Pustu yang sesekali berkunjung dengan membawa makanan tambahan,” bebernya.
Piter sangat mengharapkan perhatian dari pemerintah maupun dermawan, untuk membantu meringankan kesulitannya saat ini.
“Harapannya semoga ada perhatian, setidaknya agar kondisi yang dialami Seprianto bisa lebih baik,” pungkasnya. (Saldy)







