Pilu Janda Miskin Penjual Sayur Pakis di Polman, Kecopetan saat Ngantri BLTS
FOTO : Asma bersama salah satu anaknya saat berada di rumah, Selasa (02/12/2025).

Pilu Janda Miskin Penjual Sayur Pakis di Polman, Kecopetan saat Ngantri BLTS

POLEWALI MANDAR,- Perempuan bernama Asma (39) di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar) hidup dalam kondisi memperihatinkan akibat belitan kemiskinan. Ironis, janda miskin ini tak kunjung mendapat bantuan sosial dari pemerintah meski sudah menahun menjalani hidup dalam rumah reyot.

Diketahui, Asma merupakan warga Desa Beroangin, Kecamatan Mapilli. Sehari-hari, wanita empat anak ini tinggal di rumah berukuran sekira 4 x 6 meter.

Rumah tersebut masih menggunakan daun rumbia sebagai atap serta papan dan tripleks untuk dinding. Meski lantainya sudah di semen, namun kondisinya sudah tidak layak karena pecah-pecah.

Di dalam rumah itu nyaris tak terlihat satupun barang berharga. Bahkan untuk memasak, Asma masih memanfaatkan kayu.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama keempat anaknya, Asma mengandalkan uang hasil menjual sayur pakis. Setiap hari dia mencari tanaman pakis yang tumbuh liar di areal perkebunan berjarak sekira satu kilometer dari rumahnya.

FOTO : Gubuk tempat tinggal Asma bersama keempat anaknya di Desa Beroangin, Kecamatan Mapilli.

Meski terlihat mudah, Asma kerap harus mengalahkan rasa takutnya, karena kebun tempatnya mencari dan memetik pakis merupakan habitat binatang liar seperti ular. Bahkan saat musim penghujan, kebun tersebut kerap tergenang air dan berubah menjadi rawa.

“Bahaya karena biasa ada ular. Jadi kalau ada ular kita menghindar cari tempat lain,” kata Asma kepada wartawan, Selasa (02/12/2025).

Menurut Asma, pekerjaan mencari tanaman pakis kerap dilakukan sepanjang hari, mulai pagi hingga petang. Jika beruntung, dia bisa membawa pulang 30 ikat pakis.

“Biasa berangkat pagi pulangnya kalau sudah bunyi masjid. Kadang dapat 20 ikat, biasa juga dapat 30 ikat kalau lagi banyak,” ungkapnya.

Dia mengaku sekali berjualan sayur pakis di pasar bisa membawa pulang uang sebanyak Rp 30 sampai Rp 40 ribu. Namun, aktivitas menjual sayur pakis di pasar dilakukan sekali dalam dua atau tiga hari.

“Kadang dapat 30 ribu, kadang 40 ribu. Tidak setiap hari jualan, kadang dua atau tiga hari baru pergi jualan,” tuturnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, penghasilan yang diperoleh dari hasil menjual sayur pakis sangat pas-pasan bahkan terkadang tidak cukup untuk penuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Tidak jarang dia harus meminta bantuan kerabat hingga mengandalkan pinjaman agar dapurnya tetap mengepul.

“Hasilnya sangat pas-pasan, kadang tidak cukup, tapi kita bersukur karena keluarga biasa bantu. Kadang kalau tidak ada terpaksa pinjam (uang) di koperasi,” ujar Asma meyakinkan.

Meski menjalani hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan ,Asma mengaku sudah sangat lama tidak tersentuh bantuan pemerintah. Dia mengaku terakhir kali merasakan bantuan sosial dari pemerintah pada saat pandemi COVID-19.

“Terakhir terima bantuan saat corona, setelah itu sudah tidak dapat pernah dapat bantuan. Pernah saya tanyakan kenapa sudah tidak pernah mendapat bantuan, tapi disuruh bersabar, dalam hati saya mengatakan mungkin belum rejeki,” tuturnya lirih.

FOTO : Suasana saat Asma memetik pakis di rawa sekitar tempat tinggalnya di Desa Beroangin, Kecamatan Mapilli, Selasa (02/12/2025).

 Virail usai Kecopetan saat Ngantri Bantuan di Kantor Pos Wonomulyo

Kisah hidup Asma mendadak menjadi pusat perhatian setelah dirinya menangis terekam kamera warga hingga viral di media sosial.

Dalam potongan video yang beredar luas, Asma tampak tak kuasa menahan sedih lantaran baru saja menjadi korban pencopetan saat berada di halaman kantor Pos Cabang Wonomulyo, Kecamatan Wonomulyo, Jumat (28/11) lalu.

Dia menjadi sasaran pelaku kejahatan ketika mengantar ponakan ke kantor pos untuk menerima Bantuan Langsung Tunai Sementara (BLTS) atau BLT Kesra sebesar Rp 900 ribu.

“Saya temani ponakan karena mamanya melahirkan, jadi saya yang temani naik motor ke kantor pos,” ungkapnya.

Asma mengaku kehilangan dompet dalam tasnya saat berdesak-desakan dengan warga calon penerima bantuan lain. Dia menyadari menjadi korban pencopetan setelah ada warga menyampaikan jika tasnya dalam kondisi terbuka.

“Ada yang tegur saya, dia sampaikan kalau resleting tas saya terbuka. Setelah saya periksa dompet berisi surat-surat penting dan uang sebesar 780 ribu sudah hilang,” ucapnya.

Menurut Asma, kejadian itu membuatnya merasa sangat sedih. Sebab uang yang hilang merupakan pinjaman untuk digunakan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

“Uangnya hasil pinjaman. Rencana saya mau pakai untuk beli kebutuhan sehari-hari, beli beras dan keperluan sekolah anak, sisanya untuk perbaiki rumah,” pungkasnya.

Beruntung setelah kejadian itu, banyak warga yang bersimpati dan memberikan bantuan. Bahkan sejumlah relawan dari berbagai komunitas juga bergerak menggalang donasi untuk meringankan beban hidup Asma bersama keluarganya. (thaya)

__Terbit pada
02/12/2025
__Kategori
Pemerintahan, Sosial