
Melindungi Karya, Menguatkan Hukum : Kemenkumham Sulbar Gaungkan Gerakan Hak Cipta Serentak
Oleh, Muhammad Solihin S, S.H., M.H
– Ketua Dewan Pertimbangan Korps Alumni Pesantren Modern Al Ikhlash (KAPMI)
– Koordinator Departemen Hukum Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Mandar SULBAR (BPP KMSB)
Sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Korps Alumni Pesantren Modern Al Ikhlash (KAPMI), Koordinator Departemen Hukum Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat (BPP KKMSB), serta praktisi hukum, saya menyampaikan dukungan penuh terhadap inisiatif Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Barat dalam menyukseskan program pendaftaran hak cipta secara serentak di STAIN Majene.
Kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi Program Tahun Tematik Hak Cipta dan Desain Industri 2025 yang digagas oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Langkah ini mencerminkan komitmen kuat pemerintah dalam menghadirkan perlindungan hukum yang nyata terhadap karya intelektual masyarakat, khususnya di lingkungan pendidikan tinggi dan pesantren.
Pelibatan para wisudawan dalam kegiatan pendaftaran ini adalah inisiatif progresif yang tidak hanya memperkenalkan aspek hukum kekayaan intelektual, tetapi juga menanamkan kesadaran akan pentingnya melindungi hasil cipta sejak dini. Ini merupakan bentuk literasi hukum yang membangun budaya menghargai karya dan inovasi di kalangan generasi muda.
Saya meyakini bahwa langkah seperti ini akan menjadi pondasi penting dalam memperkuat ekosistem kreativitas dan inovasi nasional, serta menegaskan bahwa setiap karya anak bangsa layak mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum yang semestinya.
Perspektif Hukum: Legalitas, Keadilan, dan Efektivitas Perlindungan
Secara yuridis, kegiatan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menegaskan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif yang timbul secara otomatis setelah suatu karya diwujudkan. Namun, proses pendaftaran memberikan kepastian hukum dan kekuatan pembuktian dalam proses penegakan hukum, baik dalam konteks perdata maupun pidana.
Lebih dari sekadar administratif, pelindungan hak cipta juga merupakan bentuk penghormatan terhadap kerja keras dan kreativitas para pencipta. Dalam konteks sosial, pelanggaran terhadap hak cipta adalah bentuk ketidakadilan yang nyata. Ia merampas hak ekonomi dan moral pencipta serta mencederai semangat kejujuran dan etika berkarya dalam masyarakat.
Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta harus ditegakkan secara konsisten dan proporsional, agar memberikan efek jera sekaligus menjadi edukasi publik. Budaya pembiaran terhadap pembajakan akan melumpuhkan potensi kreatif masyarakat dan melemahkan ekosistem intelektual nasional.
Konteks Wilayah: Pelanggaran Hak Cipta di Sulawesi Barat
Walaupun data statistik resmi mengenai jumlah pelanggaran hak cipta di Sulawesi Barat belum dipublikasikan secara lengkap, terdapat kasus nyata yang mencerminkan perlunya penguatan perlindungan hukum di wilayah ini.
Misalnya : Kasus buku “Daeng Rioso” karya Adi Arwan Alimin, yang berujung pada proses mediasi antara penulis dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Barat, didampingi oleh BPKP Sulbar, terkait dugaan pelanggaran hak cipta.
Permohonan mediasi atas dugaan pelanggaran hak cipta terhadap karya tulis lainnya, yang juga ditangani oleh Kantor Wilayah Kemenkumham Sulbar pada tahun 2024 sampai saat ini.
Kasus tersebut menegaskan bahwa pelanggaran hak cipta bukan sekadar potensi, tetapi telah menjadi realitas hukum yang harus ditangani secara sistematis. Kegiatan pendaftaran massal seperti yang dilakukan di STAIN Majene adalah bagian dari strategi preventif yang harus diperluas cakupannya.
Sebagai bagian dari masyarakat hukum dan elemen strategis di Sulawesi Barat, kami akan terus mendorong terciptanya ekosistem hukum yang melindungi dan memberdayakan potensi intelektual lokal. Kami mendorong agar:
- Kegiatan pendaftaran hak cipta seperti ini dilakukan secara berkelanjutan di berbagai lembaga pendidikan, pesantren, dan komunitas kreatif di Sulawesi Barat.
- Penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta dilakukan secara konsisten dan transparan.
- Literasi hukum di bidang kekayaan intelektual ditanamkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dan pembinaan masyarakat.
Kami mengapresiasi semangat kolaboratif antara Kanwil Kemenkumham Sulbar, DJKI, dan STAIN Majene, yang secara konkret menunjukkan keberpihakan terhadap keadilan, inovasi, dan perlindungan hukum. Semoga kegiatan ini menjadi Pondasi kuat bagi tumbuhnya budaya hukum yang sehat dan berkeadaban di Bumi Mandar.







