Lorong Sunyi
M Danial.doc

Lorong Sunyi

M Danial

SEORANG teman bertanya tentang integritas. Saya menjawab dengan mengutip kata bijak Spencer Jhonson, seorang penulis Amerika Serikat. “Integritas adalah menceritakan kebenarannya pada diri sendiri. Kejujuran menceritakan kebenaran kepada orang lain.” Konsisten mengatakan yang sebenarnya, pun saat berada di kesunyian.

Saya balik bertanya: Ada apa soal integritas? Bukankah setiap pejabat publik harus memiliki integritas? “Itulah masalahnya, karena semua bersifat formalitas. Termasuk memiliki integritas, cukup dalam lembaran surat pernyataan,” katanya dengan suara agak tinggi.

Hari-hari belakangan ini, pelaksanaan Pemilu 2024 mulai makin sibuk persiapannya. Termasuk perekrutan Bawaslu 25 provinsi. Salah satunya provinsi Sulawesi Barat. Pertanyaan teman saya berkaitan dengan perekrutan tersebut. Ia menyinggung pula soal independensi, netralitas dan banyak hal lain yang harus dimiliki penyelenggara pemilu. Apalagi yang namanya pengawas pemilu. Selain harus berintegritas tinggi, sangat penting juga kemampuan dan kompetensi memadai. Tidak kalah pentingnya, nyali atau keberanian menegakan peraturan dengan jujur dan adil.

Tidak ada yang tersurat soal nyali atau keberanian bagi penyelenggara pemilu. Walau itu sangat penting. Keberanian diperlukan untuk membentengi diri menghadapi tekanan dan intimidasi. Yang sangat rentan terjadi untuk memengaruhi penegakan peraturan sebagaimana harusnya. Menggiring peraturan diterapkan bagaimana baiknya. Walau menyimpang dari aturan yang seharusnya dilaksanakan. Yang akan menciderai kepercayaan publik lantaran dianggap tidak konsisten menegakan aturan. Yang harus dilakukan sepenuh hati, supaya terhindar dari anggapan hatinya yang setengah pada orang lain. Bertepuk sebelah tangan, kesetiaannya terbagi kepada peserta pemilu tertentu.

Pemilu 2024 menghadapi kompleksitas yang tinggi. Integritas adalah harga mati bagi penyelenggara perhelatan politik lima tahunan itu, termasuk pengawas pemilu. Karena itulah, Timsel memanggul tanggung jawab untuk memastikan yang terpilih adalah yang berintegritas tinggi, siap sekaligus sanggup bekerja. Melaksanakan tahanan pemilu yang mulai berjalan. Bukan untuk belajar. Atau menjadikan sebagai jembatan untuk kepentingan tertentu. Merasa hebat setelah terpilih, lalu dengan mudah meninggalkan tanggung jawab ketika melihat peluang yang dianggap akan menjadikannya lebih hebat lagi.

Publik berharap yang terpilih sosok yang siap menghadapi tantangan. Memahami regulasi kepemiluan dan penyelesaian konflik. Yang sangat rentan terjadi pada setiap tahapan. Khusus pengawas pemilu harus memiliki kemampuan penyelesaian sengketa. Bukan malah menjadi pemicu sengketa. Mengingat penyelenggaraan pemilu yang rumitnya bukan main. Yang harus terkonsolidasi sampai ke tingkat paling bawah (TPS). Karena itulah, dibutuhkan sosok yang terpilih harus memiliki kepemimpinan dan kemampuan manajerial yang baik. Karena itulah, harus memiliki pengetahuan yang komprehensif mengenai kepemiluan.

Penyelenggara yang memenuhi berbagai persyaratan, yang tersurat maupun tersirat, merupakan faktor sangat penting untuk pemilu yang demokratis, jujur dan adil. Bukan sekedar menggugurkan kewajiban menyelenggarakan pemilu secara prosedural saja. Tapi juga substansial. Penyelenggara pemilu– dipertegas termasuk pengawas pemilu –harus memastikan hak konstitusional warga negara menggunakan hak pilihnya terlayani sebagaimana mestinya. Pemilu demokratis, jujur dan adil, terlaksana secara transparan dan akuntabel. Dilaksanakan oleh penyelenggara yang netral, independen, secara trasparan dan akuntabel bukan sekedar isapan jempol. Semua harus terwujud dalam perilaku nyata jajaran penyelenggara pemilu yang berintegritas.

“Bagaimana meyakini itu ?,” pertanyaan lanjutan teman saya menukik. Ia mengaku melihat yang diketahui sebagai penyelenggara pemilu kerap mengidap penyakit amnesia. Pelupa. Lupa statusnya sebagai pejabat publik yang sudah menandatangani pakta integritas dan akan konsisten menjaga netralitas. Lupa surat pertanyaan mengundurkan diri dari organisasi yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum setelah menjadi penyelenggara pemilu. Medsos mengindikasikan kata dan perbuatannya tidak sejalan. Mengindikasikan integritasnya patut dipertanyakan. Sedangkan integrutas harus menjadi karakter setiap individu penyelenggara pemilu.

Merespon pertanyaan dan ocehan itu, saya hanya bilang: Publik berharap Timsel bekerja sepenuh hati untuk memilih yang terbaik. Tidak menyimpan separuh hatinya pada pihak lain. Pun kepada yang membukakan jalan baginya menjadi Timsel, untuk memilih orang-orang terpilih. Semua harus terjaga integritasnya, pun ketika berada di lorong sunyi. (*)

__Terbit pada
18/07/2022
__Kategori
Opini