Foto : M Danial. (Dok)

IKIP Sulbar

Oleh, M Danial

KOMISI INFORMASI Provinsi Sulawesi Barat menuntaskan kegiatan menyambangi enam kabupaten, pekan lalu. Berawal dari Polman pada pekan pertama Juni, berakhir di Mamasa di pekan pertama Agustus. Kegiatan utama sosialisasi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sasaran sosialisasi pemerintah desa dan stakeholder terkait, termasuk media. Pemerintah desa adalah badan publik yang paling sering menjadi obyek sengketa informasi publik di Komisi Informasi Sulbar.

Para kepala desa menyambut hangat kegiatan tersebut. Mereka menyatakan bersyukur mendapat pencerahan mengenai keterbukaan informasi publik. Mengenai prosedur pelayanan informasi publik. Mengenai hak dan kewajiban badan publik, begitu pun hak dan kewajiban pemohon informasi publik yang harus dipenuhi semua pihak sesuai ketentuan perundang-undangan.

“Kami sebagai kepala desa sangat berterima kasih adanya sosialisasi ini. Soalnya kami sangat sering didatangi LSM meminta informasi di desa, tapi kami sangat awam prosedurnya. Kami tidak tahu mana informasi yang boleh dan tidak boleh diberikan, apalagi pihak-pihak yang meminta informasi tidak kami kenal. Makanya banyak kepala desa yang dilaporkan ke KI,” curhat Baharuddin Tamoe, Kepala Desa Besoangin Utara, Kecamatan Tubbi Taramanu, Kabupaten Polewali Mandar.

Pada sosialisasi kepada media lokal di Mamasa, peserta mengungkapkan pengalaman mengakses informasi pada padan publik, baik secara langsung maupun melalui website. Walau OPD-OPD sudah memiliki website, tapi tetap kesulitan mengakses informasi karena tidak aktif atau tidak diperbarui isinya.

“Website OPD-OPD sudah ada, tapi kebanyakan sulit diakses, yang bisa diakses tapi isinya tidak diperbarui,” cerita Richardes, seorang jurnalis setempat.

Pada Juni – Juni lalu Komisi Informasi Pusat melaksanakan penilaian Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) 2024 setiap provinsi di Indonesia yang dilaksanakan pada 2025. IKIP bertujuan mengukur sejauh mana penerapan UU Nomor 14 Tahun 2008 di tingkat provinsi. Juga untuk memotret akses masyarakat terhadap informasi publik sebagai faktor penting untuk mewujudkan pemerintahan yang terbuka, transparan dan akuntabel. Penilaian fokus pada tiga dimensi sebagai indikator, yaitu fisik / politik, ekonomi dan hukum.

Dari dimensi politik sudah menunjukan kemajuan, namun masih menghadapi berbagai tantangan. Kebebasan mencari informasi relatif terbuka, tapi belum sepenuhnya didukung literasi yang memadai petugas badan publik. Akses informasi terutama di daerah terpencil masih dihadapkan keterbatasan infrastruktur dan teknologi.

Ketersediaan informasi yang akurat belum merata pada semua badan publik. Sebagian besar belum optimal memperbarui informasi secara berkala, terutama badan publik pemerintah daerah. Partisipasi publik masih rendah, pemahaman hak memperoleh informasi publik juga terbatas. Pembatasan informasi oleh badan publik sering tidak disertai alasan yang proporsional. Daftar informasi publik juga belum merata tersedia pada badan publik.

Dimensi ekonomi keterbukaan informasi juga menunjukkan kemajuan. Namun seperti dimensi politik masih menghadapi berbagai tantangan. Layanan informasi umumnya tidak berbayar atau berbiaya ringan, tetapi kecepatan dan kualitas pelayanan belum merata. Tata kelola informasi di badan publik masih lemah, terutama pemutakhiran dan penyediaan informasi secara digital. Dukungan anggaran untuk pengelolaan informasi, termasuk untuk penguatan PPID pun masih terbatas, bahkan tidak tersedia.

Salah satu penilaian dari dimensi ekonomi IKIP menyangkut keberagaman kepemilikan media dan peran media dalam mendorong keterbukaan informasi yang secara umum perlu dioptimalkan. Terutama pemberitaan yang bersifat kontrol terhadap kebijakan pemerintah dan keberpihakan kepada rakyat. Transparansi di sektor-sektor strategis seperti anggaran dan pengadaan juga masih perlu ditingkatkan.

Pada dasarnya Sulbar telah memiliki dasar hukum yang bersifat lokal untuk menjamin akses informasi publik. Pada tingkat provinsi berupa Pergub dan Keputusan Gubernur, lima kabupaten telah memiliki Perbup, satu kabupaten dalam bentuk Keputusan Bupati. Malah Kabupaten Mamuju telah memiliki Perda tentang transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Sayang semuanya belum optimal pelaksanaannya.

Kebebasan menyebarkan informasi masih dibayangi potensi kriminalisasi. Perlindungan terhadap pemohon informasi maupun whistleblower belum tersedia regulasinya pada badan setiap badan publik. Sedangkan kepatuhan badan publik terhadap UU KIP cenderung hanya formalitas. Mekanisme penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi sudah berjalan, tetapi perlu diperkuat secara kelembagaan. Hal-hal ini penting dibahas untuk memperkuat jaminan hukum keterbukaan informasi di daerah.

Penilaian IKIP 2024 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Karena efesisnsi anggaran, focus grup discussion (FGD) dilaksanakan melalui zoom meeting oleh Komisi Informasi Pusat dengan Pokjada (kelompok kerja daerah) yang hanya tiga orang (dua Komisioner KI Provinsi dan seorang akademisi). Tidak ada juga informan ahli daerah yang terdiri berbagai unsur untuk memberi masukan kepada Pokjada dalam pengisian kuesioner berdasarkan hasil pengamatan mengenai implementasi keterbukaan informasi publik di daerah. (*)

__Terbit pada
13/08/2025
__Kategori
Opini