
Hari Anak di Masa Pandemi
Oleh M Danial
ANAK adalah aset masa depan. Anak adalah generasi Pelanjut. Kalimat itu sudah sangat lazim terdengar. Sebagai bentuk perhatian dan kepedulian untuk melindungi dan memenuhi hak-hak anak. Peringatan Hari Anak Nasional setiap tanggal 23 Juli. Diharap menjadi momentum untuk membarui komitmen kepedulian semua pihak terhadap perlindungan anak. Agar anak-anak Indonesia terpenuhi hak-haknya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Peringatan Hari Anak tahun ini, merupakan yang kedua kalinya dimasa pandemi Covid-19. Pandemi yang terjadi di hampir separuh belahan dunia. Yang Masuk ke Indonesia sejak awal 2020. Sangat berdampak terhadap berbagai aspek. Termasuk kehidupan banyak orang, tak terkecuali anak-anak. Berbagai persoalan dihadapi anak-anak semasa pandemi. Layanan yang diperoleh anak sesuai hak-haknya makin tidak optimal. Mulai persoalan ekonomi orangtua, kesehatan, pendidikan, sampai hak bermain.
Dilansir dari CNN Indonesia, Save the Children, sejak awal memetakan risiko dampak pandemi Covid-19 yang berpotensi dialami anak-anak, terutama di negara-negara berkembang. Risiko itu disebabkan situasi yang serba tak pasti dan berbagai perubahan yang terjadi akibat pandemi. Save the Children, adalah organisasi internasional nonpemerintah. Yang konsen pada kegiatan mempromosikan hak-hak anak, menyediakan bantuan dan memberi dukungan terhadap anak-anak di negara berkembang.
Hilangnya mata pencaharian orang tua, yang menyebabkan penurunan pendapatan. Memicu risiko bagi anak untuk memeroleh asupan gizi yang memadai untuk tumbuh kembangnya. Risiko kesehatan, dialami anak-anak karena dampak ekonomi orang tua. Yang akan memengaruhi pemenuhan kebutuhan dasar anak, untuk mendapatkan asupan makanan yang layak. Pandemi Covid-19 menyebabkan risiko di bidang pendidikan. Karena anak-anak tidak dapat mengakses layanan pendidikan berkualitas. Metode pembelajaran daring (dalam jaringan) sebagai salah satu solusi di masa pandemi. Merupakan masalah tersendiri bagi anak-anak di perdebatan. Yang tempat tinggalnya tidak terjangkau jaringan internet. Belum lagi, tidak semua anak memiliki fasilitas untuk belajar daring.
Pandemi Covid-19 menyebabkan juga banyak anak-anak kehilangan orang tua. Meninggal karena virus corona. Anak-anak yang orang tuanya terpapar covid-19, lalu diisolasi dan menjalani perawatan intensif. Akan berisiko juga bagi anak terinfeksi virus corona. Pandemi Covid-19 yang masih merajalela menularkan varian baru seperti sekarang. Berpotensi juga menyebabkan anak rentan mendapat kekerasan. Baik dalam keluarga maupun di lingkungan masyarakat.
Kebijakan belajar di rumah, sangat memengaruhi juga motivasi anak untuk belajar. Alasan yang banyak terdengar, adalah jenuh. Apalagi, tidak banyak orang tua yang punya kemampuan menggantikan fungsi guru untuk mengajar anak-anaknya di rumah. Dengan kondisi seperti itu, para orang tua mengalami tekanan psikologis dan rentan melakukan kekerasan pada anak di rumah. Anak-anak penyandang disabilitas, sangat merasakan juga risiko tidak dapat mengakses layanan pendidikan yang memadai. Pasalnya, kebutuhan mereka belum tentu terpenuhi atau bisa difasilitasi dengan pembelajaran jarak jauh.
Pada peringatan Hari Anak Nasional 2021 ini. Situs suara.com (22/7) melansir tiga isu anak yang kini menjadi permasalahan di Indonesia. Yaitu, kekerasan anak, pekerja anak, dan pendidikan anak. Kekerasan terhadap anak dapat berupa kekerasan fisik, seksual, emosional, pengabaian, dan eksploitasi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut angka sekira tiga juta kasus kekerasan fisik pada anak laki-laki dan kekerasan emosional 1,4 juta kasus. Selain itu, setidaknya satu dari sembilan anak perempuan mengalami kekerasan secara emosional.
Mengenai pekerja anak. Data International Labour Organisation (ILO), atau organisasi perburuhan internasional. Memperkirakan setidaknya 1,5 juta anak Indonesia yang berusia 10-17 tahun menjadi pekerja. Kebanyakan di sektor pertanian yang berhubungan dengan suhu ekstrem, pestisida dan debu. Yang sangat berisiko terhadap kesehatan.
Permasalahan yang dihadapi anak mengenai pendidikan. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebut angka 4,1 juta anak usia 6 – 12 tahun tidak bersekolah. Sedangkan hasil survei National Socio-Economy, menyebut satu juta anak usia 7 – 15 tahun tidak bersekolah dasar atau menengah. Selain itu, sekira 3,6 juta remaja usia 16 hingga 18 tahun juga tidak bersekolah.
Di Sulawesi Barat, permasalahan lain yang perlu menjadi perhatian. Adalah masih banyaknya pernikahan dini dengan berbagai alasan. Semasa pandemi Covid-19, dikuatirkan makin sering terjadi pernikahan dini. Anak-anak penderita Stunting masih sangat tinggi juga angkanya di daerah ini.
Semoga berbagai permasalahan anak tersebut menjadi perhatian. Yang disertai konsistensi untuk mengatasinya. Sehingga peringatan Hari Anak Nasional 2021 tidak sekedar formalitas. Melainkan sebagai momentum refleksi dan melakukan evaluasi kritis apa yang telah dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk kepentingan terbaik anak. (*)