Diusia Senja, Lansia di Beroangin berjuang hidup dengan Memecah Batu

Diusia Senja, Lansia di Beroangin berjuang hidup dengan Memecah Batu

Mapilli,- Hidup diusia senja, tidak membuat puluhan warga Desa Beroangin, Kec.Mapilli, Polewali Mandar menyerah. Mereka tetap berjuang, bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, walau harus memeras keringat menjadi pemecah batu.

Salah satunya Abdul Talib (69 tahun), walau usianya tak lagi muda, setiap hari dia bersama warga lainnya menghabiskan waktu pada salah satu lokasi bekas penambangan batu di Desa Beroangin untuk bekerja sebagai pemecah batu. Kendati harus bercucuran keringat memecah batu menjadi ukuran yang lebih kecil di bawah teriknya matahari, Abdul Talib tidak menyerah asal kantongnya terisi rupiah saat kembali ke rumah “ sudah sangat lama nak bekerja di sini, sudah menahun, mau bagaimana soalnya tidak pekerjaan lain, cuman ini yang bisa saya lakukan asal dapat uang untuk kebutuhan sehari-hari “ kata Abdul Talib sambil menyeka keringat yang menetes di pipinya.

Walau terlihat mudah, bekerja sebagai pemecah batu diakui Abdul Talib tidaklah segampang yang terlihat apalagi dengan usianya yang tidak lagi muda “ tidak gampang, apalagi kadang ada batu yang sulit dipecah kadang juga kita harus menggali “ ungkap Abdul Talib.

Dalam melakukan pekerjaan ini, Abdul Talib hanya berbekal beberapa ember serta sebuah palu berukuran 2 kilogram. Batu seukuran kepalan tangan orang dewasa, dipecahkan dalam ukuran lebih kecil menggunakan palu. Butuh konsentrasi tinggi saat memukul batu menggunakan palu, selain serpihan batu rawan mengenai mata, jika kurang hati-hati tidak jarang justru tangan yang terkena pululan palu.

Kesulitan serupa juga dialami Maemunah (60 Tahun) yang mengaku sudah cukup lama menggeluti pekerjaan ini, asalkan asap dapur di rumahnya dapat tetap mengepul. Setidaknya dalam sehari, Maemunah ini mengaku mampu mendapatkan penghasilan 10 hingga 20 ribu rupiah, “ sedikit sekali pak, paling cuman 10 atau 20 ribu rupiah, soalnya untuk setiap ember batu yang telah pecahkan hanya dihargai 1000 rupiah saja “ keluh Maemunah.

Terkadang , hasil yang didapatkan dari memecah batu jauh dari kata cukup untuk penuhi kebutuhan sehari-hari “ tapi mau bagaimana lagi, kita tidak ada pekerjaan lain, daripada hanya berdiam diri di rumah mending bekerja di sini “ tutur Maemunah tertawa.

Tidak jarang batu kerikil yang di kumpulkan para lansia ini, langsung di tukar dengan bahan makanan di warung warga. Terkadang , mereka juga terpaksa berutang, karena batu yang terkumpul tidak cukup untuk ditukar dengan sekantong beras.

Walau hidup dalam kondisi kesulitan, para lansia ini tetap bersyukur karena Tuhan masih memberi jalan dan kekuatan untuk bekerja agat dapat terus bertahan hidup tanpa harus berharap belas kasih dari orang lain.

Beratnya perjuangan memecah batu, diakui tidak lebih berat dari kesulitan hidup yang harus terus dihadapi. (Thaya)

 

__Terbit pada
13/11/2018
__Kategori
Inspirasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *