Hak untuk Tahu
FOTO : M Danial. (dok)

Hak untuk Tahu

Oleh, M Danial

SEHARUSNYA banyak yang tahu. Tapi nyatanya sangat sedikit yang tahu. Hanya sebatas kalangan tertentu saja. Padahal menyangkut hak dan kebebasan publik. Tidak banyak yang tahu dan mengingat. Bahwa tanggal 28 September setiap tahun adalah Hak untuk Tahu Sedunia. Day for Universal Access to Information (RTKD).

Tulisan ini sedikit telat. Tapi setidaknya menjadi pengingat tentang Hari Hak untuk Tahu Sedunia. Yang merupakan momentum penegasan bahwa hak untuk memperoleh informasi adalah bagian dari hak asasi manusia. Di Indonesia, hak untuk memperoleh informasi dijamin konstitusi yang tercantum Pasal 28F UUD 1945. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan menyampaikan informasi.

Hari untuk Tahu Sedunia dideklarasikan para aktivis demokrasi di Sofia, Bulgaria pada 2002. Deklarasi diikuti lebih dari 60 negara demkraasi di dunia. Indonesia pertama kali memperingatinya pada 2011, tiga tahun sejak lahirnya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). UU tersebut merupakan landasan hukum bagi masyarakat untuk dapat mengakses informasi yang ada di badan publik.

Sejatinya Hari Hak untuk Tahu menjadi momentum bagi badan publik untuk membuka diri menjalankan kewajiban memberikan informasi publik. “Badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudukatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri” (Pasal 1 angka 3 UU Nomor 14 Tahun 2008).

Peringatan Hari Hak untuk Tahu lahir dari kesadaran bahwa informasi adalah hak dan merupakan kebutuhan mendasar setiap warga negara. Sama pentingnya dengan hak atas pendidikan, kesehatan dan kebebasan berekspresi. Keterbukaan informasi adalah faktor krusial untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

Hingga kini tidak sedikit badan publik yang masih menutup diri, memperlambat, bahkan menghalangi akses masyarakat terhadap informasi dengan berbagai alasan. Keterbukaan informasi hanya formalitas atau slogan belaka. Tidak disertai kesungguhan selain sekadar untuk menggugurkan kewajiban. Padahal transparansi atau keterbukaan sejatinya bukan sekadar kewajiban administratif. Melainkan komitmen moral untuk menghadirkan pemerintahan yang melayani. Pencabutan ID jurnalis CNN Indonesia oleh pihak Istana, beberapa hari lalu adalah bentuk pengingkaran terhadap kebebasan atas informasi publik.

Thomas Jefferson, salah satu Baoak Pendiri Amerika Serikat pernah mengatakan, warga negara yang terinformasi adalah benteng dari demokrasi. Pernyataan tersebut merupakan penegasan bahwa tanpa informasi, rakyat tidak dapat menjadi pengawas yang sejati atas jalannya pemerintahan. Sedangkan Nelson Mandela, tokoh demokrasi Afrika Selatan dan peraih nobel mengatakan pendidikan dan informasi adalah fondasi pembebasan  manusia dari ketidakadilan. (*)

__Terbit pada
30/09/2025
__Kategori
Opini