Air Terjun Parengnge di Desa Kelapa Dua, Kecamatan Anreapi, Kabupaten Polman.

Melihat Kawasan Air Terjun Parengnge di Polman, Markas Pejuang Melawan Penjajah

POLEWALI MANDAR,- Kawasan Air Terjun Parengnge di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, memiliki keindahan dan cerita sejarah yang tidak diketahui banyak orang. Dulunya, kawasan wisata ini adalah markas para pejuang  kemerdekaan melawan penjajah Belanda.

Kawasan air terjun Parengnge terletak di Dusun Kelapa Dua, Desa Kelapa Dua, Kecamatan Anreapi. Jaraknya sejauh 2 kilometer dari pemukiman serta dapat dijangkau menggunakan kendaraan dua dilanjutkan berjalan kaki sekira 50 meter.

Akses jalan ke tempat ini belum sepenuhnya bagus. Warga yang berkendara harus berhati-hati karena jalan tanah yang dilalui masih sempit serta becek saat musim penghujan.

Meski perjalanan untuk menjangkau tempat ini sedikit melelahkan, semuanya terbayar dengan keindahan panorama alam yang tersaji dan memanjakan mata.

Keberadaan pepohonan tinggi yang mengelilingi kawasan air terjun ini membuat udara terasa sejuk dan menyegarkan. Seolah mampu membuat para pengunjung untuk berlama-lama habiskan waktu di tempat ini.

“Air terjun parengnge. Markasnya pejuang lawan Belanda,” kata Kepala Dusun Kelapa Dua, Hasanuddin kepada wartawan, Sabtu (11/1/2025).

Air terjun Parengnge memiliki ketinggian sekira 4 meter. Di depannya berbentuk kolam dengan kedalaman mencapai 2 meter.

Pada waktu tertentu, kawasan wisata alam ini mendapat kunjungan dari sejumlah pelajar. Termasuk mahasiswa yang melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa ini.

“Sering-sering ada anak sekolah dari Polewali berkunjung, anak KKN,”  ungkap Hasanuddin yang mengantar kami menjangkau lokasi wisata ini.

Hasanuddin lalu membawa kami melihat tempat yang dulunya dimanfaatkan sebagai markas para pejuang kemerdekaan mengatur strategi untuk melawan penjajah Belanda.

Tempat tersebut mirip gua, berjarak sekira 5 meter dari puncak air terjun Parengnge.  Gua berukuran kecil itu berada di bawah tebing batu yang membelah aliran Sungai Salu Bayo.

“Di sini mi tempatnya para pejuang mengatur strategi saat melawan penjajah. Mereka (pejuang) kadang bermalam di sini,” tuturnya meyakinkan.

Sementara Kepala Desa Kelapa Dua, Masdar menyebut 3 nama warga setempat yang saat itu memimpin perjuangan melawan penjajah Belanda. Ketiganya terdiri dari seorang ayah dan dua anak, masing-masing bernama Tarrua, Sampeani dan Lira.

“Mereka sebenarnya ini adalah salah satu tokoh. Tiga dalam rumah tangga ini atas nama Tarrua bapak, Sampeani dan juga Lira anak. Mereka inilah yang memimpin pergerakan melawan Belanda,” ungkapnya.

Masdar menuturkan, ketiga pejuang tersebut gugur dalam pertempuran sengit melawan penjajah sekira bulan Oktober 1946. Markas yang menjadi tempat persembunyian mereka diserang setelah lokasinya dibocorkan seorang penghianat.

“Tidak bisa dipungkiri dalam satu wilayah pada masanya, selalu ada nama nya musuh dalam selimut, selalu ada namanya orang yang membelot yang bersekutu dengan Belanda. Inilah yang membocorkan rahasia perlawanan mereka, bahwa ada markas yang perlu digempur di sana,” terangnya.

Menurut Masdar, jenazah ketiga pejuang itu dimakamkan dalam satu liang lahat tidak jauh dari kawasan air terjun Parengnge. Barulah pada sekira tahun 1967, makam mereka dipindahkan dan dibuatkan monumen di dekat pemukiman warga.

“Katanya (makam) disatukan di situ (satu liang). Dipindahkan sekira tahun 1967, sekaligus dibuatkan monumen.” ucapnya.

Untuk mengenang semangat perjuangan ketiga pahlawan tersebut, pemerintah lalu membangun 3 patung pejuang di tengah taman bambu runcing, Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Polewali, Kecamatan Polewali.

Ketiga patung tersebut dibangun di atas tugu setinggi lebih kurang dua meter dengan posisi berdempetan. Ketiga patung tampak memegang bambu runcing dengan gaya berbeda.

“Iya, 3 patung di taman itu adalah sosok tokoh pejuang ini (Tarrua, Sampeani dan Lira). Makanya jalan di sekitar tempat itu menggunakan nama mereka,” pungkas Masdar. (thaya)

 

__Terbit pada
12/01/2025