Foto udara suasana pemukiman warga di Desa Sumarrang, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polman. (thaya)

Asal Usul Penamaan Desa Sumarrang di Campalagian Polman

KABUPATEN Polewali Mandar (Polman) di Provinsi Sulawesi Barat, memiliki 144 desa dan 23 kelurahan yang tersebar pada 16 kecamatan. Penamaan setiap tempat dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya peristiwa masa lampau.

Salah satunya penamaan Desa Sumarrang yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan Semut.

Untuk diketahui, Sumarrang merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Campalagian. Desa seluas 21 ribu hektar ini berjarak sekira 4 kilometer dari ibu kota kecamatan.

Desa ini terdiri dari 7 dusun. Yaitu, Dusun Lambelotong, Dusun Pessunan, Dusun Rondongan, Dusun Batusasi, Dusun Puambuttu, Dusun Galung dan Dusun Pummossi.

Pada sebelah Utara, desa ini berbatasan dengan Desa Tenggelang dan Desa Sambali Wali. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Todang-Todang dan Desa Pendulangan. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ongko dan Desa Padang Timur. Sementara pada sebelah Timur berbatasan Desa Lagi Agi dan Desa Gattungan.

Penduduk Desa Sumarrang berjumlah sekira 6350 jiwa yang mayoritas berprofesi sebagai petani dan peternak. Seluruh penduduk di desa ini merupakan penganut agama Islam.

Kepala Desa Sumarrang, Sudirman mengungkapkan, penamaan Sumarrang tidak lepas dari peristiwa bersejarah yang terjadi di daerah ini.

“Dulu terjadi pertempuran dan terjadi kebakaran di Kerajaan Passokkorang.  Jadi ada gunung di situ yang semua masyarakat di sini karena dulu berpencar-pencar, dia naik ke gunung itu (untuk melihat kebakaran), full itu gunung di atas. Akhirnya ada bahasa di luar mengatakan di gunung itu seperti semut orang, dalam bahasa mandarnya messumarrangngi tau diaya di buttu (seperti semut orang terlihat di gunung),” kata Sudirman kepada wartawan saat dijumpai di kediamannya, Rabu (05/02/2025).

Menurut Sudirman, sejak saat itu gunung yang menjadi tempat warga berkumpul untuk menyaksikan peristiwa kebakaran akibat peperangan tersebut, diberi nama Buttu Sumarrang. Cerita penamaannya diwariskan secara turun temurun.

“Turun temurun cerita, disitulah dinamakan gunung Sumarrang,” ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, peristiwa kebakaran yang disaksikan banyak warga pada saat itu, terjadi akibat peperangan melibatkan pasukan dari Kerajaan Balanipa dan Kerajaan Passokkorang.

“Kerajaan Passokkorang pada saat itu bisa ditumbangkan melalui pasukan Kerajaan Balanipa. Terjadinya pertempuran mengakibatkan kebakaran di wilayah Kerajaan Passokkorang,” terang Sudirman.

Sudirman lalu mengungkapkan, jika sebelumnya warga setempat mengusulkan dua nama untuk dipilih dan ditetapkan sebagai nama desa. Yaitu Sumarrang dan Lambe Lotong.

“Pada saat terbentuk desa, musyawarah orang, mau diberi nama ada 2 pilihan. Ada namanya lambe lotong yaitu pohon beringin yang pernah terbakar jadi semua batangnya hitam, ada juga gunung sumarrang,” bebernya.

Diakui, warga pada saat itu bersepakat memilih nama Sumarrang untuk ditetapkan sebagai nama Desa.

“Orang lebih condong menamakan desa ini seperti gunung Sumarrang, maka dikasih namalah Sumarrang,” pungkasnya.

Buttu Sumarrang Dikenal Angker

Sudirman juga mengungkapkan jika Buttu Sumarrang terkenal angker. Sebabnya, warga kerap melihat penampakan sosok menakutkan yang diyakini sebagai Kuntilanak saat melintasi wilayah tersebut.

“Biasa ada penampakan semacam kuntilanak. Selalu ada penampakan yang aneh-aneh di luar nalar kita sebagai manusia biasa ,” tutur Sudirman.

Menurut Sudirman, di Buttu Sumarrang terdapat sebuah kuburan tua yang dikeramatkan warga. Di atas kuburan itu terdapat sebuah pohon yang tidak bisa ditebang sampai saat ini.

“Terkenalnya Buttu Sumarrang karena ada kuburan tua di situ, ada pohon kayu tumbuh di atasnya, sudah beberapa kali mau ditebang tidak bisa,” ucapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, dulu banyak warga yang kerap melakukan ritual di Buttu Sumarang. Namun, seiring berjalannya waktu, kebiasaan tersebut perlahan mulai ditinggalkan.

“Di situlah dulu tempatnya persemayaman, kalau ada orang sakit bawa sokkol, sesajen semua ke situ,” tuturnya.

Dia menambahkan, jika Buttu Sumarrang cukup gersang sehingga warga sulit melakukan aktivitas perkebunan di tempat tersebut.

“Susah dikelola, tanaman untuk makanan kambing saja yang ada (tumbuh di sana),” pungkas Sudirman. (thaya)

__Terbit pada
08/02/2025
__Kategori
Pemerintahan, Sosial