Wakil Ketua DPRD Sulbar, Usman Suhuriah. (Ist)

KRITIK DENGAN JIWA BESAR

Legislativ Corner

Oleh : Usman Suhuriah

Wakil Ketua DPRD Sulbar I Fraksi Golkar

 

Kebebasan seringkali jadi perdebatan bukan karena kebebasan itu sendiri. Tetapi karena prakteknya penuh paradoks. Hingga kerap kali kebebasan yang digunakan tidak membuahkan hasil yang bisa menguntungkan satu sama lain.

Lantas apa hubungannya dengan kritik? Kritik diantaranya merupakan produk dari ruang kebebasan. Muasalnya dari situ. Dan alam demokrasi memberikan hak setiap orang untuk menggunakan kebebasan mengkritik. Karena ini pula, sehari-hari orang tak pernah berhenti mendengarkan kritik. Keadaan yang sama, kritik berbalas kritik. Alih-alih bisa diterima dengan baik, dan pemberi kritik mengajukannya dengan obyektif.

Topik kritik dengan jiwa besar, halnya bukan sebagai modus vivendi  (alasan sementara) dalam demokrasi. Tetapi ia meminta pilihan permanen. Karenanya orang dituntut untuk memahami paling tidak dengan dua hal. Pertama, kritik sejatinya lahir karena didorong kepentingan umum,  bukan kepentingan parsial. Kedua, kritik yang diterima idealnya dihadapi dengan lapang dada.

Kritik yang didasari dorongan kepentingan umum, tentu berpangkal pada alasan obyektif. Bukan subyektif (persona). Kepentingan umum adalah menyangkut persepakatan, alasan hukum, norma, fakta dan data, dst.  Yang benar-benar tidak berkaitan dengan unsur personal apalagi karena sifatnya yang argumentum ad hominem (kritik yang menyerang pribadi).

Kritik yang melibatkan unsur pribadi, tentu membawa masalah dalam khasanah kritik. Terutama setelah terjadi perpindahan dari obyektif ke subyektif. Berpindahnya titik masalah menjadi ukuran bagi niat melahirkan kritik. Sehingga butuh konsisten pada alasan obyektif.

Agar konsisten maka selalu terpulang pada alasan obyektifitasnya. Untuk bersungguh-sungguh dikaitkan dengan obyek dimasalahkan dalam kritik. Sebab akan menjadi penilaian, apakah merupakan kritik yang serius. Ataukah sebenarnya hanya merupakan intrik. Jika intrik, menjadi sulit menemukan relevansinya bagi konteks kepentingan umum. Sulit mengaitkan kritik sebagai tindakan obyektif. Malah mungkin karena tindakan subyektif.

Kritik dengan dinamikanya menuntut hadirnya kesadaran untuk berlapang dada. Terutama  penerima kritik. Berlapang dada tidak berarti bersikap menerima (pasif). Tetapi kelapangan untuk melihat hal yang bersinggungan dengan tanggung jawab serta resiko pekerjaan terutama karena berhubungan urusan publik, yang memang rentan kritik.

Kelapangan dada adalah berarti kesiapan mental menghadapi kritik. Melihat kritik serta meresponnya dengan paradigma ; “ini bukan urusan pribadi”. Karena bukan urusan pribadi, justru urusan publik, berarti urusan kebersamaan. Dari sinilah dapat membantu menyelesaikan kompleks masalah ketika banyak sekali pejabat publik, para pengkritik kurang tepat melihat posisinya. Yang tepat tentu melihatnya dalam kerangka menyelesaikannya secara bersama-sama.

Pentingnya kelapangan dada sebagai manifestasi jiwa besar, saat menghadapi kritik merupakan pembelajaran pada satu sisi. Mengajukan kritik berdasarkan kepentingan umum kelak akan saling melengkapi pada sisi lain. Hingga kurang tepat bila yang mengajukan kritik sudah seobyektif mungkin, tetapi penerima kritik tidak menghadirkan kesadaran tentang posisinya sebagai pejabat publik, dimana menuntut kelapangan pikiran dan keleluasaan hati untuk menerima. Akan halnya kurang elok bagi keduanya bila tidak mempertimbangkan hubungan keseimbangan ini, sebagai hubungan saling mengisi saling melengkapi.

Pentingnya kritik jiwa besar bagi pejabat publik kita di daerah ini, adalah sebagai hal niscaya. Ketika memahami urusan memerintah bukanlah ranah privat (non pemerintah). Sehingga tidak ada pilihan lain kecuali bersiap dan bahkan memahami kritik ini sebagai kelokan. Merupakan gelombang yang otomatis dihadapi para pemangku jabatan publik.

Alhasil, kritik dengan jiwa besar selain akan memadukan dua kondisi, antara mengajukan kritik obyektif dan kesiapan menerima kritik secara lapang dada, adalah akan membentuk tradisi kritik yang sehat.

Membentuk tradisi kritik konstruktif seperti yang diharapkan selama ini. Dengan lahirnya kritik konstruktif akan berfungsi sebagai jangkar kuat dalam menjalankan proses pemerintahan yang demokratis di daerah ini. Kritik konstruktif kelak menyumbangkan pemodelan komunikasi yang sehat. Pun akan menutrisi pembentukan keteladanan bagi generasi, khususnya dalam membangun budaya kritik produktif kini dan di masa datang.

Berdasarkan itu, dari sekarang bisa dimulai mengembangkan kritik dengan jiwa besar. Karena bagi suatu daerah yang belum bisa mengembangkan tradisi kritik dengan jiwa besar, maka akan terus dipenuhi kritik destruktif, kritik yang merusak, kritik tidak membangun. Wassalam.

__Terbit pada
05/12/2022
__Kategori
Parlemen