Dosen bersama BEM AKPER YPPP, Lakukan Pendampingan Warga Dipasung

Dosen bersama BEM AKPER YPPP, Lakukan Pendampingan Warga Dipasung

WONOMULYO,- Puluhan penderita gangguan jiwa di Polewali Mandar, hidup dalam pasungan. Sebagai bentuk kepedulian untuk mengurangi angka penderita tersebut, sejumlah Dosen bersama BEM AKPER YPPP, melakukan kegiatan advokasi dan pendampingan warga yang hidup dalam pasungan, di daerah ini.

Hal ini disampaikan Dosen Pengasuh mata Kuliah Keperawatan Jiwa, AKPER YPPP, Fredy Akbar K, S.Kep.,Ns.,M.Kep, kepada wartawan , usai melakukan kunjungan penderita gangguan jiwa yang hidup dalam pasungan, salah satunya di Desa Riso, Kecamatan Tapango, dan di Desa Tenggelang, Kecamatan Luyo, Minggu (28/04/19).

“ Jadi sejak tahun 2015, kami mencoba kami mengimplementasikan ilmu dengan mengabdi pada masyarakat dengan mensinergikan kebutuhan daerah kita, salah satunya dengan mencoba membebaskan penderita gangguan jiwa yang masih hidup dalam pasungan “.

Berdasarkan data dari pemerintah daerah setempat, tercatat masih ada sedikitnya 24 penderita gangguan jiwa di daerah ini, yang hidup dalam pasungan, “ Namun jumlah itu kemungkinan masih bertambah, apalagi teman-teman di lapangan menemukan beberapa penderita yang belum terdata oleh dinas terkait “ sebut Frendy.

Dijelaskan, bahwa ada beberapa upaya yang telah dilakukan untuk membebaskan penderita gangguan jiwa dalam pasungan. Salah satunya dengan melakukan advokasi untuk mengukur kemampuan keluarga dalam merawat penderita gangguan jiwa tanpa dipasung, “ Advokasi model ini dilakukan tidak hanya dengan melibatkan keluarga tetap juga para tetangga termasuk aparat desa dan dusun setempat untuk menyiapkan keputusan perawatan “ sambung Frendy.

Dalam melakukan advokasi dan pendampingan, terlebih dahulu diupayakan menumbuhkan rasa saling percaya dengan penderita gangguan jiwa, “ Biasanya ini dilakukan dengan mengajak penderita ganguan jiwa berkomunikasi, lanjut dengan memandikan, memberi makan, bahkan mencukur rambut penderita, awalnya ada penderita gangguan jiwa yang menolak, namun jika dilakukan dengan kesabaran, perlahan mereka akhirnya mau, intinya gampang-gampang susah “ jelas Frendy.

Disebutkan, salah satu kendala masih banyaknya penderita gangguan jiwa yang hidup dalam pasungan, selain karena ketiadan biaya keluarga untuk merawat penderita di rumah sakit, juga karena kurangnya pengetahuan masyarakat terkait tata cara merawat penderita ganguan jiwa, “ Di sini kami mencoba membekali keluarga pasien dengan pengetahuan, meliterasi mereka tata cara merawat keluarganya termasuk jika ada keluarga yang tidak mampu mengambil keputusan untuk mengirim pasien ke rumah sakit, memang kadang kala ada warga yang enggan mengirim penderita gangguan jiwa ke rumah sakit dengan berbagam macam alasan, jika alasannya biaya biasanya kami koordinasikan langsung di dinas sosial setempat “ beber Fredy mengungkapkan.

Kendati advokasi dan pendampingan penderita gangguan jiwa yang hidup dalam pasungan ini telah membuahkan hasil, diakui upaya ini dapat berjalan maksimal jika mendapat dukungan penuh dari pemerintah setempat, “ Kami sangat berharap, pemerintah melalui dinas terkait bisa memberikan dukungan dan ikut berperan aktif dalam upaya yang kami lakukan selama ini, karena tidak selamanya penderita gangguan jiwa apalagi yang hidup dalam pasungan dapat disembuhkan dengan mengirimnya ke rumah sakit, model pendekatan secara humanis juga sangat diperlukan agar mereka bisa sembuh secara total dan dapat hidup normal, tidak hanya di tengah keluarga tetapi juga di tengah masyarakat “ pungkas Frendy. (Thaya)

__Terbit pada
28/04/2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *