Urgensi “Daflih” Pilkada Akurat – Valid
Oleh, M Danial
DUA hari berturut-turut awal pekan lalu. Saya mendapat kesempatan berinteraksi dan berbagi pengalaman dengan penyelenggara adhoc Pilkada 2024. Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan sekretaris penyelenggara adhoc. Di Kecamatan Pamboang dan Kecamatan Tammerodo, Kabupaten Majene, serta Kecamatan Balanipa dan Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar.
Diketahui, PPK dan PPS adalah petugas terdepan Pilkada. Mereka dikumpulkan oleh Divisi Perencanaan, Data dan Informasi KPU Sulawesi Barat. Mengikuti persamuhan untuk memastikan pemahaman regulasi. Khususnya mengenai pemutakhiran data dan daftar pemilih Pilkada.
Kegiatan bertajuk rapat koordinasi Sosialisasi Produk Hukum Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih Pilkada Serentak 2024. Merupakan perhatian untuk meningkatkan pemahaman PPK dan PPS mengenai DPT yang akurat dan valid berikut regulasinya. Untuk mewujudkan Pilkada yang demokratis, jujur, adil, kredibel, dan berintegritas.
Pemutakhiran data pemilih, saya meringkas dengan sebutan Daflih melalui proses yang panjang. Hingga penetapan menjadi Daftar Pemilih Tetap atau DPT Pilkada 2024 yang diumumkan sejak 22 September lalu. Namun bukan berarti tidak ada lagi masalah terkait daflih yang berpotensi terjadi sebelum hari pemungutan suara Pilkada yang kini menghitung hari ke depan.
Beberapa masalah krusial terkait Daflih selalu berulang setiap Pilkada dan pemilu. Tak berlebihan menyebutnya masalah klasik. Sehinga penting menjadi perhatian dan antisipasi agar tidak menjadi kendala yang merepotkan penyelenggara Pilkada dan pihak terkait.
Masalah klasik yang berpotensi terjadi setelah penetapan DPT dan kerap muncul pada hari-hari terakhir menjelang hari “H” antara lain pemilih ganda. Yaitu pemilih yang terdaftar lebih dari satu kali karena perubahan alamat domisili yang belum dibarui. Mungkin juga disebabkan kesalahan administratif. Sebaliknya, ada warga yang memenuhi syarat namun tidak masuk DPT. Biasanya karena kendala verifikasi atau pencatatan yang kurang optimal.
Potensi masalah yang lain, pemilih yang tidak lagi memenuhi syarat masih terdapat dalam DPT. Misalnya karena meninggal dunia atau berubah status menjadi anggota TNI atau Polri setelah penetapan DPT. Selalu muncul juga masalah warga yang belum berusia 17 tahun tercatat dalam DPT. Beda halnya yang belum 17 tahun tapi sudah menikah, memenuhi syarat sebagai pemilih dan harus didaftar dalam DPT.
Data pemilih yang tidak lengkap atau keliru merupakan juga masalah yang berulang terjadi. Misalnya kesalahan nama atau alamat domisili yang berpotensi menyulitkan identifikasi pemilih pada hari pemungutan suara di TPS.
Sosialisasi mengenai hak memilih, cara mengecek status terdaftar sebagai pemilih, dan urgensj partisipasi pemilih dalam Pilkada masih menjadi tantangan juga. KPU sebagai penyelenggara teknis Pilkada sudah melakukan sosialisasi dengan berbagai kegiatan dan metode. Termasuk melalui medsos.
Namun sangat sering ada pemilih yang merasa tidak terfasilitasi untuk menggunakan hak pilih beranggapan sosialisasi tidak optimal. Itu biasanya terjadi dalam kasus pemilih yang bermaksud pindah TPS, namun tidak sempat atau telat mengurus proses pindah memilih sesuai ketentuan.
Masalah lain yang berpotensi terjadi terkait DPT, terutama di era digital sekarang adalah kebocoran data atau peretasan yang memungkinkan terjadinya manipulasi data pemilih. Keamanan data digital DPT harus benar-benar menjadi perhatian di semua tingkatan penyelenggara Pilkada. Jaminan kerahasiaan dan integritas data harus menjadi salah satu prioritas dan memastikan terlindungi dari serangan siber.
Masalah data pemilih selalu menjadi sumber sengketa hasil pemilihan yang digugat ke Mahkamah Konstitusi. Daflih yang tidak akurat dan validitasnya diragukan berpotensi menjadi sumber ketegangan politik. Bahkan menjadi pemicu terjadinya konflik, berpotensi merusak kredibilitas Pilkada yang akan menurunkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Menghadapi potensi berbagai masalah tersebut, sangat diperlukan kolaborasi antara penyelenggara Pilkada dengan pemerintah daerah dan semua stakeholders terkait. KPU sebagai penyelenggara teknis dan Bawaslu sebagai pengawas perlu memastikan bahwa DPT Pilkada 2024 adalah data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sosialisasi yang maksimal secara merata, penyediaan layanan pengaduan sebelum hingga saat pemungutan suara, dan pengawasan yang ketat di setiap TPS sangat diperlukan untuk mengantisipasi masalah yang berpotensi terjadi. Dengan berbagai upaya maksimal untuk mengantisipasi berbagai masalah, Pilkada 2024 diharap dapat berjalan lancar, jujur, adil, dan transparan. Dan menghasilkan pemimpin daerah yang benar-benar mendapat legitimasi rakyat. (*)