Melihat Perjuangan Wanita Penambang Pasir di Polewali

POLEWALI,- Demi bertahan hidup, sejumlah wanita  di Kabupaten Polewali Mandar, harus bertaruh nyawa dengan bekerja sebagai penambang pasir di sungai. Tidak jarang mereka harus menyelam mencari pasir di dasar sungai.

Salah satunya Murni (31 tahun), warga Kelurahan Darma, Kecamatan Polewali. Kendati harus bertaruh nyawa, tidak menyurutkan semangat wanita lima anak ini, untuk terus menambang pasir. Diakui, aktifitas pasir telah dilakoni dari kecil, sudah puluhan tahun lamanya.

“ Mulai dari kecil (jadi penambang pasir) karena kita kan tidak ada biaya untuk sekolah. Karena dari kecil ikut sama nenek, sembarang kita kerja supaya ada kita makan, “ kata Murni kepada wartawan, Kamis (01/07/2021).

Menurut Murni, aktifitas menambang pasir dilakukan setiap hari, dari pagi hingga sore. Bergantung pada kondisi cuaca. Tidak jarang dilakukan dibawah terik matahari maupun guyuran hujan. Lokasi  menambang pasir berjarak ratusan meter dari pemukiman.

Aktifitas menambang pasir dilakukan Murni menggunakan alat seadanya. Sekop serta sebuah ban dalam bekas yang telah diisi angin salah satunya. Ban yang salah satu sisinya telah dilapisi, kerap difungsikan sebagai perahu untuk menampung pasir sungai.

Kendati kerap merasa takut, Murni mengaku tidak punya pilihan lain, demi mendapatkan pasir yang nantinya akan ditukar dengan rupiah.

“ Kalau takut tetap ada, diusahakan jangan diikuti ketakutan itu. Apabila ketakutan itu kita ikuti, tentu akan menjadi kendala akhirnya membuat kita tidak berani masuk sungai, “ ujar Murni sambil tertawa.

Ketika menyusuri sungai, sesekali Murni terlihat nyaris tenggelam, lantaran kakinya menapak pada bagian sungai yang dalam.

Sesampainya di lokasi penambangan, Murni bergegas menambatkan ban bekas yang dibawanya ke sisi sungai. Ban bekas ini harus dibiarkan tetap mengapung agar mudah dipindahkan ketika penuh pasir.

Walau aktifitas menambang umumnya dilakukan kaum pria, namun murni juga terlihat lincah, saat mengambil pasir menggunakan sekop, kemudian dipindahkan ke atas ban bekas.

Sesekali Murni kembali masuk ke dalam sungai, sekedar menyiramkan air ke permukaan ban, agar tidak meledak karena cuaca panas. Ia juga  menyelam mengumpulkan pasir di dasar sungai.

Pasir yang telah ditambang, harus segera dipindahkan ke tempat penampungan khusus yang berada di sisi sungai. Agar tidak hilang terbawa air sungai yang kerap meluap.

“ Begitumi, kalau naik nair kita rugi kalau dibawa lagi (pasir), itupi enak dirasa kalau ada mobil langsung ambil (pasir), “ ungkapnya sembari menyekop pasir di sisi sungai.

Lanjut kata Murni, setidaknya dalam sehari ia bersama penambang pasir lainnya di daerah ini, mampu menambang satu hingga dua kubik pasir. Pasir yang terkumpul bisa langsung terjual, namun tidak jarang pasir tersebut dibiarkan menumpuk di penampungan, lantaran sepi pembeli.

“ Tergantung, kalau kita mampu ambil 100 ribu setengah mobil dua kubik. Tapi kadang juga kalau begini palingan 60 ribu, begitu di bawah dua kubik, kadang 1 kubik, “ imbuhnya lirih.

Saat air sungai meluap, Murni bersama warga lainnya yang menggantung hidup dari hasil menambang pasir, hanya dapat pasrah lantaran kesulitan beraktifitas.

“ Kalau sudah begitu, kita mau apalagi, sebagian ada yang istirahat, sebagian lagi berusaha mencari kerja di kebun, “ turur Murni sambil menyeka keringat yang menetes di wajahnya.

Diakui Murni, saat ini dirinya sedang mengandung dengan usia kehamilan satu setengah bulan. Kendati aktifitas menambang pasir membahayakan keselamatan bayi dalam kandungannya, Murni mengaku belum terpikir untuk berhenti menambang. Ia bertekad untuk terus menambang, membantu sang suami yang mencari nafkah dengan bekerja sebagai penarik ojek.

“ Begitu, tidak ada keluhan juga. Sudah satu bulan tiga minggu, untuk anak ke enam. Uang hasil menambang tidak hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga akan ditabung menyambut kehadiran sang calon bayi, “ aku Murni.

Murni mengisahkan, pada tahun 2020 lalu, ia nyaris melahirkan anak ke limanya, ketika sedang menambang pasir di sungai. Ia tidak menduga saat itu akan melahirkan, lantaran hanya merasa mules biasa.

“ Pernah, untung saya cepat istirahat. Baru sekali ambil pasir, tiba-tiba merasa mulas. Saya langsung naik ke rumah. Keluarga sempat menyuruh ke puskesmas, namun saya menolak, karena saya pikir itu mules biasa, “ tandasnya.

Selain Murni, setidaknya ada lima wanita lain di daerah ini, yang menggantungkan hidup dengan bekerja sebagai penambang pasir. Meski tidak pernah terpikir akan menjalani hari dengan bertaruh nyawa menambang pasir di sungai, mereka bersyukur dapat terus berbuat untuk mencari nafkah, di tengah kondisi hidup yang serba sulit seperti sekarang ini. (Thaya)

__Terbit pada
01/07/2021
__Kategori
Sosial