![](http://paceko.com/wp-content/uploads/2025/02/Makam5.jpg)
Cerita Todzilaling Raja Balanipa di Mandar yang Dikubur Bersama 14 Dayang Setia
POLEWALI MANDAR,- Masyarakat suku Mandar yang umumnya mendiami Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, memiliki cerita seorang Raja bernama I Manyambungi bergelar Todzilaling yang dimakamkan bersama 14 dayang setia. Para dayang itu dimakamkan dalam kondisi masih hidup sebagai bentuk kesetiaan kepada sang raja.
Makam Todzilaling terletak puncak bukit di Desa Napo, Kecamatan Limboro. Jaraknya sekira 50 kilometer dari Kecamatan Polewali yang menjadi ibu kota Kabupaten Polewali Mandar.
Kawasan wisata sejarah yang berada pada ketinggian 230 mdpl (meter di atas permukaan laut), dapat dijangkau menggunakan roda dua maupun roda empat. Kemudian dilanjutkan berjalan kaki sekira 500 meter, lalu melewati kurang lebih 170 anak tangga hingga ke puncak bukit, tempat makam berada.
Kompleks makam Todzilaling ditandai keberadaan sebuah pohon beringin berukuran raksasa yang tumbuh menjulang tinggi dan diperkirakan telah berusia ratusan tahun. Daunnya yang rimbun, membuat suasana di kawasan pemakaman seluas 28 x 32 meter persegi ini menjadi teduh dan sejuk.
Saat berada di kompleks pemakaman ini, pengunjung dapat menyaksikan keindahan alam berupa gugusan pegunungan, serta laut yang membentang luas. Dari puncak bukit ini, pengunjung juga dapat melihat pemukiman yang dulunya menjadi salah satu wilayah kerajaan Balanipa.
Menjelang sore, mata pengunjung dimanjakan keindahan sunset. Pengunjung juga dapat melihat matahari tenggelam di balik pegunungan.
“Yang dimakamkan di sini ialah raja pertama Balanipa yang bergelar Todzilaling. Beliau adalah raja pertama Balanipa, raja pertama Mandar,” kata penggiat wisata dan budaya Mandar, Adil Tambono kepada wartawan, Sabtu (15/02/2025).
I Manyambungi atau Todzilaling diangkat menjadi raja setelah berhasil menyelesaikan sejumlah persoalan di daerah ini, termasuk menaklukkan kerajaan Passokkorang.
“Setelah menyelesaikan persoalan, terutama ketika Passokkorang sudah mulai dikalahkan, maka lembaga Appe Banua Kaiyyang menyepakati Todzilaling atau I Manyambungi diangkat menjadi raja pertama di Mandar, atau maradia pertama di Balanipa yang disebut kerajaan Balanipa,” terang Adi.
Lebih lanjut Adil menceritakan, Todzilaling ketika mangkat sekira abad ke-15 dimakamkan bersama dayang setia. Terdiri dari 7 wanita dan 7 pria.
“Ada 14 dayang yang mengikuti, terdiri dari 7 pria dan 7 wanita. Zaman dulu kan masyarakat setia pada pimpinan atau rajanya, jadi pada saat beliau (Todzilaling) meninggal, bukan aturan atau seruan untuk mengikuti, tapi masyarakatnya itulah yang ingin mengikuti rajanya sampai ke liang lahat,” jelasnya.
Menurut Adil, para dayang itu mengantar Todzilaling masuk ke liang lahat sembari menari dengan iringan tabungan musik. Dikisahkan, selama 14 hari setelah dimakamkan, sayup-sayup masih terdengar suara para penari dari dalam kubur.
“Mereka semua ikut ke liang lahat dan selama 14 hari suara-suara gendang itu masih sayup-sayup terdengar. Nanti dinyatakan mati (14 dayang) setelah tidak terdengar lagi suara nyanyian dan bunyi gendang,” ujarnya.
Adil mengungkapkan, seiring berjalannya waktu warga setempat masih kerap mendengar suara nyanyian maupun tabuhan musik, diduga berasal dari makam Todzilaling.
“Dalam perjalanan waktu itu, terkadang juga biasa terdengar suara bunyi sumbernya dari sini (makam Todzilaling), sampai ke telinga warga yang ada di Napo,” pungkasnya.
Sementara salah seorang warga setempat bernama Adam mengatakan, pada waktu-waktu tertentu banyak warga yang berziarah ke makam ini. Pengunjung berasal dari berbagai daerah, mereka datang secara secara berkelompok dan juga perorangan.
“Biasanya pengunjung ramai usai perayaan hari-hari kebesaran, seperti perayaan maulid, usai lebaran, hingga 17 agustus,” ucap Adam.
Diakui, tidak jarang ada pengunjung yang datang berziarah sembari bernazar untuk kembali ke tempat ini jika cita-citanya terkabul. Nazar tersebut ditandai dengan keberadaan sejumlah potongan kain berwarna putih yang diikatkan pada pohon.
“Orang nazar atau berniat, kalau sudah tercapai cita-citanya, mereka akan kembali berkunjung dan melepas ikatan kain pada pohon,” tandas Adam. (thaya)