
Mengenal Atek Sutekno, Slankers Sukses Budidaya Jambu Air di Sumberjo Polman
Seorang pria di Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, sukses membudidayakan berbagai jenis tanaman jambu air hingga menghasilkan cuan jutaan rupiah per bulan. Idenya berawal dari aksinya melakukan pengomposan sampah untuk menjaga lingkungan hingga menghasilkan media tanam yang melimpah.
Cerita inspiratif ini datang dari Atek Sutekno, warga Dusun Pendukuan, Desa Sumberjo, Kecamatan Wonomulyo.
Atek membudidayakan tanaman jambu di lahan seluas 12×20 meter. Lahan di belakang rumahnya yang sempat terbengkalai itu, kini tampak seperti kebun mini yang elok dipandang.
Terlebih, tanaman jambu hasil budidayanya berjejer rapi seperti tanaman hias. Selain tidak rimbun pohonnya juga sangat pendek. Tidak sedikit pohon buahnya menggantung hingga menyentuh tanah.
Tanaman jambu yang dibudidayakan Atek juga dikembangkan dalam planter bag, sehingga mudah untuk dipindahkan ke mana saja sesuai selera.
“Awalnya sih kalau mau cerita proses jambu ini, awalnya malah dari sampah. Jadi kita mengolah sampah organik, kita kompos sedemikian rupa akhirnya kita punya media tanam. Bagaimana caranya kita kembalikan lagi ke alam, jadi kita coba aplikasikan ke tanaman jambu,” kata Atek kepada wartawan, Minggu (13/10/2024).
Menurut Atek, budidaya jambu air telah ditekuni sejak tahun 2022 lalu. Jambu air sengaja dipilih untuk mematahkan stigma negative warga jika tanaman buah tersebut lebih banyak menjadi sarang ulat.
“Karena belum terlalu diminati, karena banyak cibiran kalau buah jambu itu jadi sarang ulat. Jadi saya berfikir bagaimana untuk membudidayakan dengan cara tanam jambu yang unggul,” ungkap pria 43 tahun itu.
Diakui Atek, di kebun budidaya miliknya terdapat 31 jenis tanaman jambu air yang berasal dari sejumlah. Bahkan beberapa jenis jambu air yang dibudidayakan diakui berasal dari mancanegara.
“Alhamdulillah sampai saat ini saya sudah mempunyai 31 jenis koleksi jambu dari berbagai wilayah Indonesia termasuk dari mancanegara. Contoh dari Kiojok, Taiwan super green, xiang sui itu dari mancanegara, long brown itu jenis-jenis jambu yang kita aplikasikan di sini, Alhamdulillah terbukti bisa mewarnai perjambuan, menambah koleksi dan jambu ini punya nilai ekonomis,” terangnya.
Menurut ayah 2 anak itu, proses budidaya jambu yang ditekuninya tidak lepas dari sejumlah tantangan. Bahkan pada suatu waktu, hampir seluruh tanaman jambu miliknya mati karena diberi pupuk booster secara berlebihan.
“Pernah gagal karena pakai booster pembuahan berlebihan, hampir semua pohon mati padahal usianya sudah satu tahun. Makanya saya sempat kecewa, apalagi sempat dimarahi istri,” tutur Atek sambil tersenyum.
Meski begitu, Atek tidak patah semangat. Berbekal tekad dan keyakinan dia tetap melanjutkan usahanya untuk membudidayakan jambu air hingga hasilnya bisa seperti sekarang ini. Atek mencoba mencari sejumlah referensi hingga bertukar pikiran dengan sesama pembudidaya jambu di sejumlah daerah.
Bahkan, Atek berhasil mengembangkan pupuk organik terbuat dari sisah kulit buah yang difermentasi, lalu diaplikasikan ke tanaman jambu miliknya.
“Kita punya komunitas di Indonesia, jadi bisa kita tukar pikiran sama teman cara perlakuan, tukar entres bibit jambu kita aplikasikan di sini. Saya juga terpikir kembangkan pupuk organik, kembangkan booster buah dari kulit pisang dengan buah kita fermentasi,” ucapnya meyakinkan.
Lebih lanjut pria yang hobby mengendarai motor vespa itu menuturkan, proses tanam bibit jambu hingga memasuki masa panen, membutuhkan waktu setidaknya 1,5 tahun. Untuk pohon berukuran kecil, rata-rata bisa menghasilkan buah sebanyak 20 kilogram sekali panen.
Untuk satu kilogram buah buah dijual dari kisaran harga Rp 20-30 ribu / kilogram, tergantung jenis. Sementara bibit pohon jambu dijual dari kisaran harga Rp 100 ribu sampai Rp 2 juta per pohon.
“Kalau semacam jenis citra, itu sampai 30 ribu perkilo. Kalau yang per pohon, kalau mau jual fresh cangkok nya dari 100 ribu, dilihat dari besar kecilnya pohon juga, paling mahal saya jual kan sampai 2 juta per pohon itu sudah berbuah dan batang besar,” jelas Atek.
Atek mengatakan, kegiatan budidaya jambu air ini juga telah ditularkan kepada sejumlah warga di sekitar tempat tinggalnya. Tidak jarang kebun budidayanya dikunjungi sejumlah warga, sekedar untuk berwisata buah jambu.
Bahkan sejumlah anak-anak PAUD, murid SD hingga kelompok mahasiswa kerap berkunjung untuk melihat dan belajar proses budidaya jambu air.
“Jadi kawasan edukasi buat anak-anak PAUD, SD datang main sambil belajar ngompos,kita tanamkan budaya cinta dan peduli terhadap lingkungan. Pernah juga ada kunjungan mahasiswa,” tandasnya.
Bagi Atek, hal yang terpenting bukan hanya pada nilai ekonomis yang diperoleh dari hasil budidaya yang ditekuninya. Baginya, memperbanyak menanam pohon tidak kalah penting sebagai upaya untuk menjaga kelestarian alam.
“Kalau nilai ekonomis itu bonus. Yang terpenting bagaimana alam ini bisa terus dijaga, bisa terus lestari, ya salah satu caranya dengan memperbanyak tanam pohon,” pungkas salah satu slankers itu. (thaya)