
Berkah Budidaya Stroberi Bagi Warga Rantepuang Mamasa
MAMASA,- Budidaya tanaman stroberi kian diminati warga di Desa Rantepuang, Kecamatan Sesenapadang. Sebabnya, budidaya buah berwarna merah cerah dengan rasa manis dan asam menyegarkan itu, terbukti bisa memberikan penghasilan tambahan yang menggiurkan bagi warga setempat.
Sesenapadang merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Jaraknya sekira 500 meter dari jalan poros Polewali-Mamasa.
Desa ini berada pada ketinggian sekira 1200 Mdpl (meter di atas permukaan laut). Dapat dijangkau baik menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Budidaya stroberi mulai ditekuni warga di desa ini sejak tahun 2022 lalu. Saat ini, setidaknya sudah ada 30 warga yang menekuni profesi sebagai pembudidaya buah stroberi. Abner (51) salah satunya.
Pria empat anak ini mengaku awalnya menggantungkan hidup dari hasil menanam sayuran. Dia lalu beralih ke tanaman stroberi karena hasilnya dianggap lebih menjanjikan.
“Ada stroberi saya hentikan tanam sayur, karena setengah mati urus sayur, prosesnya ribet,” kata Abner saat dijumpai wartawan, Kamis (17/10/2024).
Diakui Abner, budidaya stroberi dikembangkan di lahan miliknya seluas setengah hektar. Rata-rata dalam sehari cuan yang diperoleh dari hasil menjual buah stroberi mencapai Rp 150 ribu.
“Dari hasil stroberi minimal bisa dapat 150 ribu perhari. Beda dengan sayuran, kadang harus kita bawa ke kota, paling tinggi dapat 700 ribu per minggu,” ujarnya meyakinkan.
Menurut Abner, buah stroberi hasil panen dari seluruh lahan yang dikelola warga di Desa Rantepuang saat ini bisa mencapai 30 kilogram per hari. Selain di Mamasa, pemasarannya juga telah menjangkau daerah lain, termasuk Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Bahkan kata dia, tidak jarang pelanggan harus kecewa karena stok buah stroberi terbatas dan kerap menjadi rebutan.
“Per hari sudah sampai 30 kilo. Keluar semua, ada yang sampai ke Gowa, mereka sudah langganan karena menganggap buah stroberi dari daerah kita kualitasnya lebih bagus,” ucapnya.
“Pembeli kadang berebut, jadi kita utamakan yang sudah langganan. Kita kewalahan melayani,” sambung Abner meyakinkan.
Abner mengungkapkan, tanaman stroberi kini menjadi komoditas unggulan di Desa Rantepuang. Selain karena memiliki nilai ekonomis yang cukup menjanjikan, perawatan tanaman ini diakui cukup mudah.
“Ini termasuk komoditi unggulan khususnya di desa kami. Apalagi perawatan mudah, tidak terlalu rewel, cukup dibersihkan, sekali sebulan diberi pupuk,” jelasnya.
Terlebih kata dia, masa tanam sampai panen buah stroberi membutuhkan waktu yang relatif singkat. Hanya berkisar dua bulan saja.
“Setelah itu keluar terus buahnya, yang paling bagus itu panen per dua hari. Stroberi sekali ditanam bisa bertahan beberapa tahun, beda dengan sayur sekali panen harus dicabut jadi mesti tanam lagi,” tutur Abner,
Olehnya itu, Abner sangat berharap pemerintah memberikan perhatian melalui kebijakan maupun bantuan, agar budidaya tanaman stroberi yang mulai ditekuni warga di desa ini lebih berkembang dengan hasil maksimal.
Apalagi, saat musim kemarau produksi buah stroberi relatif berkurang karena tanaman kekurangan air.
“Kendalanya kita cuman air, kalau kemarau produksi (stroberi) berkurang drastis. Yang sangat dibutuhkan adalah bantuan, bagaimana cara mensisati kesulitan air saat musim kemarau,” jelas Abner.
Kawasan Budidaya Stroberi Rantepuang Jadi Lokasi Wisata Baru
Pengembangkan budidaya stroberi kian masif dilakukan warga di Desa Ranteapung. Selain memanfaatkan pekarangan rumah, proses budidaya dilakukan warga dengan memaksimalkan lahan tidur di perbukitan yang selama ini hanya ditumbuhi ilalang.
Warga juga semakin kreatif melakukan penataan penanaman, sehingga lokasi budidaya memiliki fungsi tambahan sebagai kawasan agrowisata.
Selain menyuguhkan keindahan panorama alam yang memanjakan mata, warga yang berkunjung dapat ikut memanen sembari menikmati buah stroberi segar yang baru saja dipetik.
“Yang menarik dari tempat ini, karena kita tidak hanya bisa menikmati buah stroberi segar, namun juga bisa ikut memanen dan belajar membudidayakan tanaman stroberi. Apalagi tempat ini juga menawarkan panorama alam yang sungguh indah, seolah membuat kita tidak ingin pulang,” kata salah satu pengunjung, Saldy beberapa waktu lalu.
Pengelola kawasan agrowisata stroberi di desa Rantepuang, Andi (47) mengaku menekuni budidaya tanaman buah ini berawal dari coba-coba. Tujuan awalnya untuk memaksimalkan keberadaan lahan tidur di kawasan perbukitan sekitar tempat tinggalnya.
“Awalnya iseng-iseng juga tanam ini stroberi,” tutur Andi.
Diakui Andi, awalnya hanya menanam 50 bibit pohon stroberi. Setelah delapan bulan berjalan, jumlahnya terus bertambah hingga mencapai 2000 pohon stroberi yang ditanam pada media polybag.
“Kalau pertama kali itu hanya menanam 50 pohon saja, sekarang sudah ada sekitar 2000 pohon dan rencananya akan terus ditambah,”tuturnya.
Menurut Andi, awalnya tidak ada warga yang tertarik mengikuti usaha budidaya buah stroberi yang ditekuninya. Setelah dua bulan berjalan dan mulai memberikan hasil, akhirnya banyak warga setempat yang mulai ikut mencoba menanam stroberi.
“Sekarang sudah banyak warga yang ikut menanam bahkan sudah merasakan hasilnya, ada sekira lima puluh orang pada dua dusun,” ujarnya.
Karena jumlah warga yang tertarik menekuni budidaya stroberi semakin banyak, Andi dan warga lain akhirnya bersepakat untuk menyulap daerah ini menjadi kawasan agrowisata buah stroberi.
Warga lalu berupaya menata setiap kebun stroberi yang mereka kelola agar terlihat indah sehingga menarik perhatian pengunjung. Sejumlah fasilitas pendukung seperti gazebo dan spot foto mulai dibuat, agar pengunjung betah menghabiskan waktu di tempat ini.
Andi berharap pemerintah setempat memberikan perhatian, agar kawasan agrowisata buah stroberi ini semakin berkembang. Apalagi, kini banyak warga setempat yang memiliki pekerjaan tetap dengan mengelola kebun stroberi, termasuk Andi yang dulunya hanya pekerja serabutan.
“Dulu saya serabutan, sekarang sudah ada pekerjaan yang lebih menjanjikan dengan mengelola kawasan agrowisata ini. Kita berharap perhatian pemerintah, agar tempat ini bisa lebih berkembang lagi,” pungkasnya.
Mengenal Stroberi dan Asal Usulnya
Stroberi atau Strawberry merupakan salah satu buah yang sangat populer di dunia, bisa dijumpai hampir di seluruh penjuru negara. Tidak hanya negara-negara yang ada di benua Eropa dan Amerika saja, tapi juga di negara-negara Asia seperti Indonesia.
Dikutip dari laman pergikuliner.com, stroberi bisa tumbuh subur di dataran tinggi dengan cuaca dingin dan sejuk. Di Indonesia, perkebunan stroberi banyak dijumpai di kawasan di kaki gunung yang ada di Pulau Jawa.
Buah ini memiliki ciri khas warnanya yang sangat merah merona menjadikannya sangat menggugah selera. Selain itu, buah ini memiliki ciri khas adanya bintik-bintik kecil di seluruh permukaannya sehingga menjadikan tampilannya sangat unik. Sementara untuk rasanya, buah strawberry memiliki perpaduan rasa manis dan asam yang membuatmu ketagihan.
Buah stroberi diketahui pertama kali ditanam pada abad ke-13 di Eropa, tepatnya di Perancis. Meski demikian, buah ini pertama kali ditemukan di Italia di hutan belantara. Jadi buah stroberi sebenarnya merupakan tanaman liar yang tumbuh bebas di hutan-hutan yang ada di Italia.
Buah ini lalu dibawa oleh orang Perancis yang mendaratkan kapalnya di Italia. Buah ini kemudian ditanam di Perancis dan lambat laun dijadikan sebagai budidaya. Ada juga yang menganggap kalau buah stroberi sebenarnya sudah ada di Italia sejak abad 234 SM. Buah ini pada zaman Yunani Kuno dianggap sebagai lambang dewi cinta oleh masyarakat setempat karena warna dan tampilannya yang sangat indah.
Buah stroberi dinamakan dari bahasa Inggris kuno yang bernama ‘streawberige’ yang merupakan gabungan kata dari ‘streaw’ atau ‘strew’ yang artinya adalah sedotan. Nama ini diberikan karena buah strawberry dulunya ditanam dengan menggunakan sedotan agar buahnya terhindar dari proses pembusukan. Sedangkan untuk kata ‘berry’ disematkan karena awalnya mereka mengira kalau buah ini adalah jenis berry dikarenakan tumbuhnya dipermukaan tanah layaknya buah berry pada umumnya.
Berbeda dengan negara-negara di Eropa dan Amerika yang sudah memiliki buah ini sejak abad ke-13-an, buah stroberi justru baru mulai dijumpai di Indonesia pada pertengahan tahun 1990-an. Sebelumnya, buah strawberry merupakan buah impor yang harganya terbilang sangat mahal di Indonesia. Baru setelah masyarakat Indonesia mulai membudidayakannya sendiri, buah strawberry menjadi lebih terkangkau oleh masyarakat karena harganya yang lebih murah dan bisa dijumpai di pasar tradisional. Buah ini kebanyakan ditanam di daerah Jawa Barat seperti Lembang dan Ciwidey karena wilayah-wilayah di Jawa Barat merupakan dataran tinggi yang sejuk sehingga cocok untuk budidaya buah strawberry. Tapi selain di Jawa Barat, perkebunan strawberry juga banyak dijumpai di Magelang, Malang, Brastagi, dan Tawamangu.
Itulah sekilas sejarah dan asal usul dari buah strawberry yang memiliki tampilan cantik sehingga sering digunakan pada olahan dessert. Semoga informasi tersebut bisa menambah pengetahuanmu! Jika ingin menyantap aneka dessert cantik dan minuman segar dari stroberi. (thaya)