
Pelaku Usaha Gula Semut di Desa Rea Polman Harap Pemerintah Bantu Pasarkan Produk
POLEWALI MANDAR,- Pasangan suami istri bernama Rahman (55) dan Dahari (45) di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, berharap bantuan pemerintah untuk memasarkan produk gula semut yang mereka produksi. Meski memiliki nilai ekonomis yang cukup menjanjikan, pengembangan usaha gula semut terkendala pada proses pemasaran.
“Kami sangat berharap kepada pemerintah untuk membantu proses pemasaran,” kata Dahari kepada wartawan, Selasa (03/09/2024).
Rahman dan Dahari merupakan warga Desa Rea, Kecamatan Binuang. Usaha gula semut telah ditekuni sejak tiga bulan terakhir. Peluang usaha tersebut diperkenalkan sejumlah peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang berkunjung dan memberikan pelatihan.
“Itu karena ada anak mahasiswa yang memperkenalkan dan setelah mengetahui harganya kami tertarik untuk ikut membuatnya,” ungkap Dahari.
Lebih lanjut Dahari mengungkapkan, sebelumnya menekuni usaha gula merah batok. Usaha tersebut telah dilakukan sejak puluhan tahun terakhir bersama suaminya.
Dahari juga mengaku memiliki kelompok pembuat gula merah batok yang beranggotakan sekira 10 ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya.
“Kalau kami satu kelompok ada lebih 10 orang pembuat gula aren, cuman saya yang buat begini (gula semut),” ujarnya.
Hanya saja diakui Dahari, ibu-ibu lain enggan mengikuti jejaknya untuk menekuni usaha gula semut meski harganya lebih mahal. Dia menyebut gula semut belum begitu dikenal sehingga menjadi kendala pemasaran.
“Mereka bilang mau dijual di mana (gula semut). Harganya mahal, tapi pemasarannya itu loh, terkendala, susah,” terangnya.
Apalagi diakui Dahari, proses pembuatan gula semut yang menggunakan air aren sebagai bahan utama, lebih ribet dibanding gula merah batok.
Pertama-tama air aren dimasak menggunakan wajan. Setelah mendidih dan mengental menyerupai adonan, diaduk hingga dingin dan teksturnya berubah seperti pasir.
Setelah itu, gula semut dijemur mengandalkan panas cahaya matahari. Saat cuaca cerah, proses penjemuran hanya membutuhkan waktu selama sehari. Namun jika kondisi cuaca tidak bagus, proses pengeringan bisa lebih lama hingga dua hari.
“Memang sama-sama terbuat dari aren, tapi lebih ribet proses pembuatannya gula semut,” ucapnya.
Diakui Dahari, dalam sehari dia bisa memproduksi 2 hingga 3 kilo gula semut. Untuk 1 kilo gula semut dijual seharga Rp 40 ribu. Jika dalam kemasan ukuran 500 gram dijual seharga Rp 30 ribu.
“Hasilnya lumayan untuk penuhi kebutuhan hari-hari. Hanya saja produksinya masih terbatas, dua sampai tiga kilo sehari,” ucapnya.
“Kalau gula batok per kilo harganya 20 ribu, kalau gula semut dijual seharga 40 ribu per kilo, sedangkan yang sudah dalam kemasan dijual seharga 30 ribu rupiah ukuran 500 gram,” sambung Dahari.
Dia juga mengatakan, jika gula semut memiliki beragam manfaat termasuk untuk kesehatan. Itu sebabnya dia sangat berharap kepada pemerintah untuk membantu promosi dan pemasaran gula semut buatannya.
“Manfaatnya sangat banyak, bisa untuk campuran kue, kopi dan baik untuk kesehatan. Makanya kita sangat berharap mendapat perhatian pemerintah. Setidaknya membantu proses pemasaran agar gula semut ini semakin dikenal sehingga produksinya bisa meningkat,” pungkas Dahari meyakinkan. (thaya)