
TELADAN
Oleh M Danial
Suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab berkeliling memantau keadaan rakyatnya. Ia menemukan seorang perempuan miskin sedang memasak batu. Anaknya sedang menangis. Khalifah Umar lalu menyuruh sahabatnya, Aslam mendekati perempuan itu. Untuk mengetahui apa yang sedang dimasak dan mengapa anaknya menangis.
Ternyata perempuan itu sedang menanak air dan batu. Anaknya menangis karena lapar. Sudah tiga hari tidak makan. Yang dilakukan perempuan itu, untuk menghibur anaknya. Ia berharap anaknya bisa tertidur dan berhenti menangis. Mendengar itu, Khalifah Umar bin Khattab terkejut. Sebagai Amirul Mukminin, ia merasa bersalah. Ada rakyatnya yang kelaparan karena tidak memiliki bahan makanan.
Ia segera ke Baitul Mal. Mengambil bahan makanan untuk kebutuhan si ibu dan anaknya. Untuk menebus rasa bersalahnya, Khalifah Umar membawa sendiri bahan makanan itu menemui si ibu. Sahabatnya, Aslam hanya sebatas menemani. Tiba di pondok perempuan miskin itu. Khalifah Umar bin Khataab sendiri membantu si ibu memasak dan menghidangkan. (Dikutip dari buku “The Khalifah” karya Abdul Latif Talib).
Pandemi Covid-19 sejak awal 2000. Sangat berdampak pada berbagai sektor. Salah satunya perekonomian. Paling dirasakan oleh kelas menengah ke bawah. Daya beli mereka makin menurun. Sementara harga berbagai kebutuhan terus melonjak tak terkendali. Merekalah yang paling merasakan dampak pembatasan. Yang diterapkan pemerintah agar penyebaran Covid-19 tidak meningkat terus. Kebijakan pembatasan dengan istilah berganti-ganti. Mulai dari PSBB lalu PPKM. Ditingkatkan dengan istilah PPKM Mikro, kemudian PPKM Darurat. Yang terbaru PPKM level 1, level 2, level 3, dan level 4.
PSBB adalah singkatan dari Pembatasan Sosial Berskala Besar. Sedangkan PPKM singkatan dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Kebijakan PSBB diumumkan pemerintah pada 31 Maret 2020. PSBB diganti dengan PPKM untuk wilayah Jawa dan Bali. Pada 9 Februari 2021, pemerintah mengumumkan PPKM berbasis mikro yang berlaku seluruh Indonesia. Setelah itu, muncul istilah PPKM Darurat. Awalnya hanya menyasar wilayah Jawa dan Bali. Namun, diperluas untuk wilayah di luar Jawa Bali.
Terbaru, PPKM Darurat diubah lagi dengan PPKM dengan empat kategori. Level 1, level 2, level 3, dan level 4. Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah tidak menggunakan istilah PPKM Darurat lagi. “Sekarang, penanganan pandemi dikategorikan jadi level 1, level 2, level 3, level 4,” jelasnya, dalam program B-Talk Kompas TV, Selasa (20/7). Sangat mungkin akan ada lagi istilah yang lebih keren. Untuk menyemangati semua pihak berperan maksimal mengatasi pandemi Covid-19.
Angka pengangguran yang meningkat sejak pandemi. Otomatis menyebabkan makin berkurang atau hilangnya pendapatan masyarakat. Jumlah penduduk miskin pun melonjak. Berbagai bentuk dan jenis program, telah diluncurkan untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi. Nilainya jauh dari memadai untuk mengatasi kebutuhan mereka. Terlebih, yang menggunakan untuk kebutuhan konsumtif. Belum lagi banyak sasaran bantuan menjadi persoalan. Bukan hanya getaran data yang tidak akurat. Tapi juga praktik penyalahgunaan dan penyimpangan. Yang merupakan kebiasaan lama oknum aparat di banyak tempat.
Menghadapi pandemi Covid-19. Disiplin protokol kesehatan sangat penting. Untuk menjaga diri dan orang lain dari penularan virus corona. Sangat penting juga menjaga ketahanan terhadap penyakit. Dengan meningkatkan imun. Perlu makanan bergizi. Yang tidak semua orang bisa memeroleh dengan mudah. Apalagi mereka yang telah berubah status menjadi pengangguran. Yang penghasilannya tidak jelas. Yang hari ini bisa makan, besok belum tentu. Yang punya persediaan makan besok dan beberapa hari berikutnya. Namun, belum jelas untuk bulan berikutnya.
Protokol kesehatan. Memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, dan menjaga jarak atau menghindari kerumunan. Penting digaungkan terus-menerus. Dengan sksioisasasi yang lebih masif.
Selain itu, edukasi dan pendekatan humanis.
Di tengah kondisi menghadapi tekanan karena pandemi Covid-19. Diharapkan pula keteladanan dan konsistensi melaksanakan aturan. Protokol kesehatan.
Membiasakan memakai masker, harus disertai persediaan masker yang cukup. Setidaknya, setiap orang memikiki lebih dari dua atau tiga masker. Sebagai cadangan. Agar maskernya tidak menjadi penyebab penyakit karena tidak steril lagi. Karena dipakai berulang-ulang. Tanpa membedakan masker medis dan nonmedis. Masker yang bisa dicuci, berapa kali paling banyak dicuci. Agar tetap bisa melindungi diri dari paparan virus corona.
Dengan kondisi masyarakat yang serba terbatas. Serba kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak cukup dengan program dan bantuan yang bersifat instan. Diperlukan juga keteladanan para pemimpin yang berempati kepada rakyat. Yang berkenan langsung mendatangi masyarakat. Melihat kondisi mereka yang didera kemiskinan akibat pandemi Covid-19. Yang hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari apa adanya. Jauh dari standar untuk menguatkan imun. Penting juga melihat langsung masalah yang dihadapi rakyat selain ancaman Covid-19 dan masalah kesehatan lainnya. Seperti akses layanan pendidikan untuk anak sekolah. Atau kesulitan orang tua yang harus menggantikan fungsi guru bagi anaknya di rumah.
Ribuan tahun silam. Teladan sebagai pemimpin dicontohkan Khalifah Umar bin Khattab. Ia rajin mendatangi permukiman rakyat miskin dan memberi santunan. Yang pada masa kini dikenal dengan blusukan. Khalifah Umar bin Khattab melakukannya dengan ikhlas. Sebagai bentuk pengabdian kepada rakyat. Tidak hanya mengetahui dari laporan. Tapi melihat langsung kondisi yang sebenarnya. Lalu, langsung diatasi. Tentu saja, blusukan Khalifah Umar bin Khattab tanpa protokoler, apalagi liputan media massa. (*)