
SULBAR DENGAN BIROKRASI DIGITAL
Oleh : Usman Suhuriah
Wakil Ketua DPRD Sulbar
Hal yang seringkali dihubungkan ketika memasalahkan layanan birokrasi adalah terkait pemanfaatan teknologi informasi komunikasi (TIK). Demikian karena publik saat ini sudah tahu serta mengerti bahwa terdapat banyak daerah yang telah menyelenggarakan pemerintahannya dengan pemanfaatan TIK ini secara optimal.
Melalui pemanfaatan TIK, azas pemerintahan yang di dalamnya terdapat prinsip terbuka, efektif efesien, jelas merupakansolusi dengan lahirnya revolusi TIK ini. Sebagai misal, penyelesaian perizinan, akte pendirian perusahaan, pengurusan paspor, bayar pajak, akte kelahiran, surat kematian, surat nikah, aplikasi layanan pengaduan publik dst, adalah terbukti bisa diselesaikan dalam waktu sangat singkat melalui kemanfaatan teknologi informasi komunikasi.
Memanfaatkan TIK lebih dari penyelesaian masalah bagi birokrasi yang kerapkali tidak bisa bekerja cepat, efektif dan efesien. Dan birokrasi yang telah bekerja dan sebangun dengan perangkat digital ini, selain tidak mungkin dielakan lagi juga merupakan jawaban atas realitas dunia kehidupan kini yang sudah dalam era ‘everything is digital’. Masyarakat telah berada dalam era digital.
Dalam konteks ini pemerintah tanpa kecuali pemerintah daerah Sulawesi Barat dengan birokrasinya adalah hadir memberi pelayanan guna menjawab berbagai kebutuhan hidup masyarakat. Pemerintah bersama perangkatnya tentu akan terus berbenah agar indeks persepsi dan kepuasaan publikterus mengalami peningkatan. Usaha untuk meningkatkan persepsi dan kepuasan publik –mau atau tidak mau harus dijalankan lewat inovasi-inovasi yang menghendaki layanan dengan kemudahan-kemudahan.
Akan halnya laporan yang disajikan oleh organisasi perangkat daerah (OPD)dalam hal ini dinas komunikasi informasi Sulawesi Barat tentang rencana penerapan e-government dikaitkan dengan penerapan TIK hingga hari ini sebagian besar masih dengan konsep. Meski sebagian kecil sudah ada yang menggunakan aplikasi TIK tetapi secara terbuka belum dijalankan secara maksimal, misalnya ketersediaan layanan bigdata (off line) yang terintegrasi apalagi yang sifatnya online.
Dengan ini, desain penerapan e-government, kita akan lihat bagaimana penerapan TIK ini ke depan mendasarkan pada prinsip tidak sekedar menjalankan penggunaan TIK tetapi orientasinya bertumpu pada pelayanan kepada masyarakat demi peningkatan kesejahteraan. Karenanya, prinsip dasar menggunakan TIK ini adalah semata-mata untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Penting untuk memahami serta menilai bahwa menerapkan penggunaan TIK (birokrasi digital) adalah berkaitan dengan bagaimana birokrasi berhasil memberikan pelayanan secara baik. Berdasarkan hal ini maka terdapat beberapa pendekatan sekaligus sebagai catatan penilaian bagi birokrasi digital adalah ; pertama, pendekatan akuntabilitas. Akuntabilitas menjadi tolak ukur bagi kesesuaian penyelenggaraan pelayanan publik dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, misalnya soal kejujuran, keadilan informasi, dst. Menunjuk prinsip akuntabilitas ini maka keterbukaan informasi dan keterbukaan kinerja pemerintahan yang akan menjadi isi dari birokrasi digital. Demikian dengan penggunaan TIK akan memaksa terselenggaranya transparansi birokrasi. Itu karena masyarakat dengan mudah mengakses serta mengontrol kinerja pemerintah dalam merealisasikan program-programnya. Atau dengan penggunaan TIK ini kerja birokrasi dapat ditekan untuk terhindar dari penyimpangan.
Kedua, pendekatan pemenuhan kebutuhan masyarakat (responsibilitas).Dengan menilai kinerja birokrasi adalah berdasarkan aspirasi masyarakat. Sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat maka akan terlihat bagaimana daya tanggap birokrasi atas harapan, serta tuntutan publik selaku pengguna jasa.
Sebagai bentuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan sendirinya (birokrasi digital) publik akan makin mudah merespon bila terdapat kebijakan pemerintah dan untuk selanjutnya akan disampaikan aspirasinya. Sehingga materi (dokumen) aspirasi dan respon pemerintah dengan mudah untuk disimpan dalam file tanpa menggunakan kertas dimana harus menggunakan biaya yang tidak sedikit.
Pendekatan ketiga, adalah sebagai realisasi atas kewajiban pelayanan. Hal ini ditunjukan untuk mengoptimalisasi kemampuan sumberdaya birokrasi dalam melayani kebutuhan publik. Dengan birokrasi digital maka pemberian pelayanan kepada masyarakat tidak lagi terbatas pada kalender kerja tetapi terdapat waktu 24 jam. Pelayanan tidak lagi berhubungan dengan jam buka tutup kantor tetapi masyarakat dapat mengakses informasi sewaktu-waktu kapan saja dari mana saja.
Dari keseluruhan pendekatan di atas maka prinsip yang hendak dituju adalah bagaimana birokrasi digital ini sebagai inovasi kemajuan dalam mengembangkan pelayanan kepada masyarakat. Bagaimana birokrasi digital ini benar-benar dihadirkan ke tengah-tengah masyarakat untuk sekaligus sebagai bentuk keniscayaan yang tidak sama sekali dapat dielakan lagi. Oleh sebabnya bila tanpa dengan itu maka keberadaan “birokrasi melayani” akan bertambah jauh dari penilaian publik.
Apa yang dapat diimpikan untuk merealisasikan serta mengembangkan birokrasi digital bagi pemerintahan provinsi Sulawesi Barat adalah terpulang dari kerja keras pemerintah daerah terhadap kebutuhan inovasi birokrasi ini. Dan kesempatan besar serta sangat terbuka untuk mengembangkannya secara optimal dari kebutuhan birokrasi digital ini, berhubung salah satu program prioritas Gubernur Sulawesi Barat adalah berkenaan dengan modernisasi birokrasi. Tentu saja hal ini akan kita dilihat kemajuannya ke depan.